Selasa, 04 Agustus 2020

SAVE KINIPAN

AMAN KALTENG


Ayo dukung dan bantu perjuangan Laman Kinipan melalui Donasi dengan meng-Klik poster ini!!!

Jumat, 19 Juni 2020

Pernyataan Sikap AMAN Kalimantan Tengah terkait Rencana Food Estate

AMAN KALTENG

 

Manugal (Penanaman Padi) pada ladang warga di komunitas adat Muara Mea, Barito Utara (Foto Dok : AMAN Kalteng 2013)
 


Hingga bulan Juni tahun 2020 ini, kondisi Pandemi COVID-19 ini masih belum menunjukkan tanda-tanda akan mereda, namun pemerintah tetap bersikukuh untuk merealisasikan proyek Food Estate di lahan bekas Proyek Lahan Gambut (PLG). AMAN Kalimantan Tengah menilai tindakan pemerintah ini, yang katanya sebagai bentuk keberpihakan dan kepekaan terhadap keselamatan rakyat terkait pandemi, mempunyai proses dan akan berdampak kontra produktif.

 

Rencana Proyek Food Estate adalah sebuah proyek “luka di atas luka lama” di mana berbagai dampak dan kerusakan yang terjadi akibat proyek PLG zaman Orde Baru tersebut masih menyisakan masalah sosial-ekologis. Kebakaran lahan yang terjadi di wilayah eks-PLG masih menjadi bagian dari bencana kabut asap. Demikian juga konflik antara masyarakat dengan perusahaan yang beroperasi di atas lahan eks-PLG. Perubahan sosial masyarakat yang terjadi akibat perubahan lingkungan dan kerentanan secara ekonomi dan kerusakan adat dan budaya masyarakat setempat masih berlangsung dan belum ada pemulihan.

 

Proyek Food Estate yang telah berjalan di Indonesia juga tidak menunjukkan pemulihan hak Masyarakat Adat lingkungan, malah semakin menambah daftar masalah dalam hal kerusakan lingkungan dan hak atas kehidupan masyarakat setempat. Proyek MIFEE di Papua dapat kita jadikan contoh dimana Proyek Food Estate merupakan ancaman bagi Masyarakat Adat.

 

Terkait rencana proyek Food Estate di lahan Eks PLG, AMAN Kalimantan Tengah menyoroti hal-hal sebagai berikut.


1.      Paradigma manusia di atas alam.

Masyarakat Adat memandang alam sebagai kawan dalam posisi yang sederajat. Ada proses saling menghargai, saling hormat, saling memberi menerima, dan saling rawat. Paradigma itu membuahkan alam yang menjadi sumber pengajaran hidup dan spiritual, lestari, cukup sandang, pangan, pangan dan obat-obatan selama ribuan tahun lamanya. Namun ratusan tahun dan meningkat dengan cepat puluhan tahun ke belakang, manusia dengan kesombongan ilmu pengetahuannya merasa diri di atas alam. Mampu merekayasa alam. Maka alam hanya akan menjawab dengan satu jawaban: bencana.

 

2.      Proyek Food Estate akan menghancurkan Kedaulatan Pangan Masyarakat Adat.

Pendekatan Ketahanan Pangan yang mendasari proyek Food Estate ini menempatkan akumulasi modal dan pemenuhan permintaan pasar atas produk pangan secara nasional dan internasional. Di sisi lain, pemenuhan hak atas tanah dan pangan masyarakat setempat khususnya Masyarakat Adat tidak menjadi hal yang penting bagi pendekatan ketahanan pangan. Proyek Food Estate ini menjadi milik korporasi di mana masyarakat dipandang hanya sebagai faktor produksi belaka. Berkaca pada proyek Food Estate serupa yang telah berlangsung di Indonesia, Masyarakat Adat menjadi pihak yang dikorbankan.

 

3.      Tunggakan Masalah sebagai dampak proyek PLG masih belum tuntas.

Proyek Lahan Gambut (PLG) yang mulai dikerjakan tahun 1996 sampai hari ini masih menyisakan masalah bahkan melahirkan masalah baru. Pembabatan hutan dan pembangunan kanal di atas lahan tersebut sampai hari ini masih menjadi penyebab bencana asap yang terjadi setiap tahun. Masuknya proyek-proyek susulan di lokasi yang sama, baik oleh swasta, pemerintah dan non pemerintah telah mengubah cara hidup Masyarakat Adat menjadi semakin tergantung dengan pihak lain. Selanjutnya beroperasinya perusahaan sawit diatas lahan tersebut juga melahirkan konflik agraria dengan masyarakat setempat.

 

4.      Kepentingan Pemodal diatas kepentingan Masyarakat Adat.

Proyek Food Estate yang meletakkan modal dan pasar sebagai fondasi utama merupakan ancaman bagi masyarakat adat. Lahan Food Estate sebagian besar akan dimiliki oleh korporasi dan hasil produksi menjadi milik pasar. Berkaca pada kejadian yang telah melahirkan konflik dengan masyarakat setempat. AMAN Kalimantan Tengah mencatat beberapa konflik antara masyarakat dengan perusahaan telah terjadi diatas lahan eks-PLG dan secara umum masih mengorbankan kepentingan Masyarakat Adat.

 

5.      Peladang Tradisional Dikriminalisasi sementara Investasi diberi karpet merah.

Masyarakat Adat yang mengusahakan tanah dengan cara berladang masih selalu dipinggirkan dan di-pidana-kan. Sementara perusahaan yang aktivitasnya sering mengabaikan Masyarakat Adat, menimbulkan korupsi, kerusakan dan pencemaran lingkungan, melanggar perijinan, menimbukan konflik dan penyebab bencana kabut asap justru dibiarkan dan bahkan diberi fasilitas khusus oleh negara. Pemidanaan peladang adalah bukti hukum dan aparat yang tidak berpihak pada peladang. Pemidanaan peladang adalah bukti tidak diakuinya keberadaan Masyarakat Adat yang mengusahakan perladangan sebagai salah satu jalan hidup.

 

6.      Potensi Masalah Sosial.

Tenaga kerja tanpa pengetahuan tentang bercocok tanam di areal gambut dan didatangkan dari luar dalam jumlah besar dan dalam waktu yang singkat akan berpotensi menimbulkan konflik sosial.

 

Dengan demikian, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara – Kalimantan Tengah (AMAN KALTENG) menyatakan: DENGAN TEGAS MENOLAK PROYEK FOOD ESTATE DIATAS LAHAN EKS-PLG.

 

AMAN Kalteng selanjutnya menyerukan kepada Pemerintah (Nasional, Propinsi dan Kabupaten) untuk:

  1. Bertobat dan meminta maaf kepada Tuhan, leluhur dan alam karena selama ini dan terus merusak semesta ciptaan Tuhan dan sombong memandang alam dan rakyat berada di bawah dirinya.
  2. Memulihkan dampak kerusakan lingkungan, sosial dan adat akibat kegagalan proyek PLG Orde Baru.
  3. Terlebih dulu menjamin pemulihan gambut dengan indikator tidak ada kebakaran di lahan gambut selama sedikitnya 5 tahun.
  4. Akui, jaga, dukung dan lindungi lahan-lahan pertanian dan ladang masyarakat adat yang sudah ada.
  5. Menjalankan Putusan Mahkamah Agung yang memenangkan gugatan rakyat terhadap pemerintah terkait bencana kabut asap tahun 2015.
  6. Membuka data dan analisa terkait Food Estate secara terbuka kepada publik.
  7. Menerapkan Standar Free, Prior and Informed Consent (FPIC) sesuai Deklarasi PBB tentang Hak Masyarakat Adat dalam setiap proyek pembangunan dan investasi, khususnya terkait proyek Food Estate di Kalimantan Tengah.

Kepada seluruh komunitas Masyarakat Adat di Kalimantan Tengah, untuk:

  1. Yakin dan bertahan dengan adat yang diwariskan oleh leluhur untuk kehidupan yang berdaulat, mandiri dan bermartabat.
  2. Bersolidaritas dan berlawan terhadap semua pihak yang tidak mengakui keberadaan dan melanggar hak Masyarakat Adat.

 

Semoga Leluhur selalu merestui perjuangan kita!!!

 

Berdaulat Secara Politik, Mandiri Secara Ekonomi dan Bermartabat Secara Budaya

 

 

ALIANSI MASYARAKAT ADAT NUSANTARA KALIMANTAN TENGAH
Penjabat Ketua

 

 

Ferdi Kurnianto

 



Senin, 23 Mei 2016

MUSDALUB AMANDA Lamandau

AMAN KALTENG
Bertempat di Balai Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) Nanga Bulik sebanyak 28 orang nampak berkumpul. Ke-28 orang ini berasal dari 7 komunitas yang ada di Lamandau. Beberapa adalah peninjau.

Balai yang terletak di jalan Batu Batanguy, Nanga Bulik, Lamandau Kalimantan Tengah menjadi pusat kegiatan Musyawarah Daerah Luar Biasa Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Daerah Lamandau (MUSDALUB AMANDA Lamandau). Sejak 9.45 pagi peserta yang hadir mengikuti dengan antusias.

Acara yang diaksanakan pada Sabtu (21/5) lalu dibuka secara resmi oleh ketua BPHW AMAN Kalteng. Simpun Sampurna yang berangkat langsung dari Palangka Raya menuju Nanga Bulik khusus menghadiri acara dimaksud.

Senin, 09 Mei 2016

Komunitas Kinipan Deklarasikan Wilayah Adat

AMAN KALTENG
Komunitas Kinipan yang berada di Kabupaten Lamandau menjadi komunitas berikutnya yang berjuang untuk mempertahankan wilayah adatnya di Kalimantan Tengah. Ini dibuktikan pada  Sabtu lalu (30/4) dengan terlaksananya Lokakarya dan Deklarasi Peta Wilayah Adat Kinipan di kecamatan Batang Kawa, Lamandau. Luas wilayah adat komunitas Kinipan yaitu 16.169,942 hektar.
  
Acara di buka secara resmi oleh Sekretaris Camat Batang Kawa, dengan ritual adat Potong Pantan. Tetabuhan gong juga menghiasi acara pembukaan yang dimulai pukul 08.30 WIB. Dalam sambutannya Sekcam mengatakan, sangat mendukung kegiatan ini untuk kepentingan bersama bukan kepentingan pribadi.

Sabtu, 23 April 2016

Empat Komunitas Adat Terancam Punah

AMAN KALTENG
EKOLOGI

20 April 2016

JAKARTA, KOMPAS — Empat komunitas adat di Indonesia berpotensi punah, yakni Orang Rimba di Jambi, Punan di Kalimantan Utara, Tobelo Dalam di Maluku Utara, dan Cek Bocek di Nusa Tenggara Barat. Ancaman kepunahan itu terutama dipicu masalah ekologi politik dan penyebaran penyakit menular dalam taraf mengkhawatirkan.

Selasa (19/4), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengundang para peneliti Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, serta Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi untuk memaparkan hasil riset mereka tentang kondisi kesehatan Orang Rimba, di Jakarta. Sebelumnya, Tim Eijkman menemukan tingginya sebaran malaria dan hepatitis B pada Orang Rimba di Bukit Duabelas.

Selasa, 01 Desember 2015

AMAN: Pidato di COP21 Presiden Jokowi Kejutkan Masyarakat Adat

AMAN KALTENG
"Hutan yang dikelola masyarakat adat terbukti bebas dari kebakaran hutan dan lahan, kecuali wilayah adat yang sudah diserahkan kepada korporasi." 

Paris (ANTARA News) - Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Abdon Nababan mengatakan pidato Presiden Joko Widodo pada Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim PBB atau UNFCCC/COP ke-21 di Paris menjadi kejutan bagi komunitas adat di Nusantara.

"Ini kejutan, karena di teks pidato yang beredar di kalangan masyarakat sipil tidak ada disebutkan tentang masyarakat adat yang berperan dalam mitigasi perubahan iklim," kata Abdon, usai mendengarkan pidato Presiden Joko Widodo lewat siaran langsung di paviliun Indonesia di Le Bourget, Paris, Senin.

Jumat, 20 November 2015

AMAN KALTENG LAKUKAN DIALOG PUBLIK DAN FGD

AMAN KALTENG
Kota Palangka Raya baru saja diguyur hujan. Sejak pagi hari jalanan sudah merata basah oleh air. Angin bertiup tidak terlalu kencang menemani air hujan yang turun. Di salah satu jalan, yaitu jalan Bubut terlihat parkiran motor dan mobil ramai sudah ramai di depan. Matahari nampak enggan bersinar memanaskan hari yang sudah cukup dingin.

Sekelompok  masyarakat yang menamakan dirinya Aliansi Masyarakat Nusantara Kalimantan Tengah sudah berkumpul. Hotel Hawai Palangka Raya dipilih oleh panitia pelaksana melaksanakan 2 rangkaian acara penting bagi Masyarakat Adat yang ada di Kalteng.

Kamis, 08 Oktober 2015

KOMUNITAS TUMBANG MALAHOI IKUTI PPWA

AMAN KALTENG
Permintaan pemetaan secara partisipatif oleh komunitas Masyarakat Adat di Kalimantan Tengah menjadi pertanda bahwa semakin penting batas wilayah adat bagi mereka. Kondisi ini bisa disebabkan pengelolaan sumber daya hutan yang semakin berkurang. Baik oleh komunitas adat itu sendiri maupun orang luar dari komunitas adat.

Tentu hal ini tidak dapat dibiarkan terus terjadi. Untuk itulah penguatan sumber daya komunitas penting dilakukan. Kesadaran akan pentingnya batas wilayah yang jelas memerlukan alat yang disebut peta. Menjawab panggilan dari komunitas Tumbang Malahoi yang meminta AMAN Kalteng untuk melakukan pelatihan pemetaan di wilayah adat mereka. Di akhir September dan awal Oktober 2015 lalu tim dari AMAN Kalteng berangkat untuk melakukan pelatihan.

Rabu, 07 Oktober 2015

Equator Prize untuk Komunitas Adat Dayak Benuaq

AMAN KALTENG
"Muara Tae adalah contoh nyata penyelamat hutan yang diperlukan oleh dunia saat ini...." 

Jakarta (ANTARA News) - Komunitas Adat Dayak Benuaq di Muara Tae, Kutai Barat, Kalimantan Timur, mendapatkan penghargaan bergengsi, Equator Prize, sebagaimana diumumkan secara resmi oleh Badan Program Pembangunan PBB atau UNDP dalam konferensi pers di Sekretariat PBB di New York, AS, pada Senin (21/9) waktu setempat.

Komunitas Adat Muara Tae mendapatkan Equator Prize atas upaya mereka dalam mempertahankan, melindungi dan memulihkan hutan dan wilayah adat mereka yang masih tersisa, dari gempuran logging, tambang, dan perkebunan sawit. "Muara Tae adalah contoh nyata penyelamat hutan yang diperlukan oleh dunia saat ini. Upaya seperti ini yang harus mendapatkan dukungan dari dunia internasional dan khususnya perlindungan oleh Negara," kata Sekretaris Jenderal AMAN Abdon Nababan, dalam keterangan persnya, Selasa.

Rabu, 12 Agustus 2015

Kondisi Masyarakat Hukum Adat Sekarat

AMAN KALTENG
Belum Ada Perda yang Melindungi

PALANGKA RAYA – Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang masyarakat hukum adat Dayak telah rampung. Namun, hingga kini belum juga dibahas dan disahkan oleh Pemerintah dan DPRD Provinsi Kalteng. Padahal, sudah diajukan sejak jauh hari.

Sehingga, terpaksa tertunda lantaran Gubernur Agustin Teras Narang telah berakhir masa jabatannya.  Raperda ini dianggap mendesak untuk disahkan, mengingat kondisi yang dialami masyarakat adat Dayak Kalteng.

Senin, 13 Juli 2015

Kriminalisasi Hison

AMAN KALTENG
Saksi Sidang Hison: Mandau Dibawa Untuk Ritual Adat

(Muara Teweh, Kalteng – Senin 6 April 2015) Sidang Ke-VI, Hison bin Sahen, warga Ds. Kemawen, Barito Utara kembali digelar Pengadilan Negeri Muara Teweh, dengan agenda pemeriksaan saksi yang meringankan (a decharge), yaitu dua orang warga Desa Kemawen.

Didampingi Penasihat Hukumnya dari Public Interest Lawyer Network (PILNET), yaitu Judianto Simanjuntak, SH., Bama Adiyanto, SH., dan Aryo Nugroho, SH., Terdakwa Hison bin Saweh mengikuti sidang pemeriksaan saksi, yakni dua orang warga Desa Kemawen.

Kamis, 09 Juli 2015

Peningkatan Kapasitas PW AMAN melalui PPPWA

AMAN KALTENG
Palangka Raya (AMAN Kalteng) -  Anda tidak perlu hebat untuk memulai, tetapi anda harus memulai untuk menjadi hebat. Ungkapan ini cocok bagi pegiat AMAN Kalteng Palangka Raya. Kalimat yang di ungkapkan oleh Joe Sabah ini menjadi nyata dalam kegiatan AMAN Kalteng baru-baru  ini.

Cukup banyaknya permintaan komunitas adat yang meminta supaya wilayah adatnya di petakan, sedikit banyak mempengaruhi alasan kegiatan ini dilaksanakan. Bertajuk “Peningkatan Kapasitas PW AMAN Kalteng melalui Pelatihan Pemetaan Partisipatif Wilayah Adat (PPPWA)”. Kegiatan yang dipusatkan di rumah AMAN Kalteng di jalan Taurus I No. 240 ini dibagi menjadi 2 tahapan.

Sabtu, 06 Juni 2015

Abdon Nababan Masyarakat Adat dan World Economic Forum (WEF)

AMAN KALTENG
Salam Perspektif Baru,

Kali ini kita akan bicara mengenai masyarakat adat dan World Economic Forum (WEF). Tamu kita adalah Abdon Nababan, Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). AMAN adalah organisasi kemasyarakatan (ORMAS) independen yang anggotanya terdiri dari komunitas-komunitas Masyarakat Adat di berbagai penjuru Nusantara. Pada akhir 2014, Abdon menjadi salah satu pembicara dalam WEF di Davos, Swiss. Ia merupakan pemimpin masyarakat adat yang pertama yang dapat kesempatan pertama berbicara di WEF.

Menurut Abdon, saat ini keadaan masyarakat adat di Indonesia berhadapan dengan begitu banyak konflik di lapangan dan juga banyak penghancuran hutan, yang semua itu berdampak terhadap kehidupan masyarakat adat. Masyarakat adat perlu dilindungi. Jadi mulai kini investasi yang dilakukan pun harus memperhatikan hak-hak masyarakat adat. Hal ini akan menguntungkan para pebisnis karena bisnis dan investasi mereka lebih terjamin ketika tidak ada lagi masalah-masalah akibat pelanggaran-pelanggaran hak-hak masyarakat adat.

Rabu, 03 Juni 2015

Tata Ruang (RTRWP) Kalteng Jadi Beban Berat Teras-Diran

AMAN KALTENG
HINGGA kini penyelesaian rencana tata ruang wilayah provinsi (RTRWP) Kalteng masih saja belum selesai. Inilah yang akan menjadi pekerjaan rumah dan beban berat pasangan Gubernur Teras Narang-Achmad Diran.  Entah berapa tahun lagi rakyat Kalteng diminta sabar menunggu. Juga entah berapa lama lagi pengembangan pembangunan terganjal oleh aturan penggunaan tata ruang tersebut.

Kabar terakhir, Wakil gubernur (Wagub) Kalteng Achmad Diran di depan lobi DPRD Kalteng saat menghadapi belasan pendemo dari kalangan mahasiswa yang menyambut hari kebangkitan nasional 20 Mei lalu mengatakan, tidak sampai akhir jabatan dirinya dan Teras Narang sebagai Gubernur, masalah itu akan selesai. Ia menjanjikan Juli 2015 harus selesai.

Rabu, 20 Mei 2015

Jalur Kembar Hutan Adat

AMAN KALTENG
Oleh Myrna A Safitri, Direktur Eksekutif Epistema Institute

Pada 16 Mei 2015, Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012 (MK 35) berusia dua tahun. Putusan ini membawa sejumlah perubahan. Pertama, pengakuan Masyarakat Hukum Adat (MHA) sebagai subjek hukum, selain perorangan dan badan hukum. Kedua, konsep baru penguasaan tanah dimana di kawasan hutan terdapat hutan negara dan hutan hak. Hutan hak meliputi hutan adat dan hutan hak perorangan/badan hukum. Ketiga, Putusan MK 35 mengakui pengabaian negara dan sikap diskriminatif terhadap MHA.

Selasa, 05 Mei 2015

AMAN KALTENG IKUTI EXPO DI KALSEL

AMAN KALTENG
Banjarbaru, Kalimantan Selatan dipilih sebagai kota untuk Kegiatan Pameran Expo yang diikuti Aliansi Pemuda Dayak (APD). Sebagai bagian dari APD, AMAN Kalteng diwakili oleh Sandy dan Suhaimi.

Selama 5 hari, dari tanggal 25-29 April 2015 kegiatan ini  juga diikuti oleh Sala, Ocy, Cia, Ricardo, Erna dan Koko, lalu dari APD Kalsel yaitu Ahmad Sairani, Ahim dan Pak Hamdan, ada juga yang mewakili dari organisasi lain yaitu Ibnu dari Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI).

Hasil  dari kegiatan tersebut di pamerkan berbagai jenis anyaman khas Kalteng seperti gelang Rotan, Mandau, baju khas Dayak yang terbuat dari kulit Nyamu, bahan obat-obat tradisional seperti akar Pasak Bumi, Madu Wanyi Hutan dan sebagainya. 

Para pengunjung yang melihat tak segan membeli barang pun bertanya.  Barang-barang yang dipamerkan justru yang di cari dan diminati oleh pengunjung. Bahkan ada pula yang berminat dan berfoto dengan khas baju adat  Dayak. Salah seorang pengunjung dari Pemerintah Provinsi Kalsel ikut berfoto dengan baju khas Dayak Kalteng.

Sumber foto dan tulisan: Suhaimi, AMAN Kalteng.

Rabu, 08 April 2015

Komunitas Adat Dayak Tuntut PT SIL Rp162 Miliar

AMAN KALTENG
Komunitas Adat Dayak Maanyan Paju Sepuluh, Desa Janah Jari, Kecamatan Awang, Kabupaten Barito Timur menuntut PT Sandabi Indah Lestari (SIL) untuk mengganti kerugian masyarakat sebesar Rp161,9 miliar.

Tuntutan ini menyusul estimasi kerugian dari pihak perusahaan yang hanya senilai Rp50 juta. Menurut komunitas adat, nilai tersebut tidak sebanding dengan kerugian masyarakat yang begitu besar karena lahannya digarap perusahaan karet ini sejak tahun 1990 lalu.

Sekretaris Komunitas Adat Dayak Maanyan Paju Sepuluh Markus Undak mengungkapkan, akibat dari digarapnya lahan masyarakat oleh perusahaan, warga sekitar tidak dapat mengelola lahannya selama 23 tahun lamanya. Dihitung dari kurun waktu itu, perkiraan kerugian mencapai Rp161,9 miliar. Tuntutan komunitas adat ini tidak main-main. Komunitas Adat Dayak Maanyan Paju Sepuluh didampingi kuasa hukum dalam menyampaikan tuntutan mereka.

Rabu, 25 Maret 2015

Caleg "Murah" Masyarakat Adat Bisa Jadi Anggota Dewan

AMAN KALTENG
SORONG, KOMPAS.com - Pembangunan menjadi momok menakutkan bagi masyarakat adat. Tak sedikit kebijakan Negara baik nasional dan daerah telah menyerabut eksistensi masyarakat adat, yang lantas mengakibatkan penderitaan.

Pembangunan dirasa semacam agresi karena menjadi pembenaran atas perampasan wilayah, tanah dan sumberdaya milik masyarakat adat tanpa sepertujuan. Kondisi tersebut mengakibatkan pelanggaran HAM, pemiskinan, semakin jauhnya masyarakat adat dari akses layanan publik, bahkan beberapa kelompok masyarakat adat dalam situasi kepunahan. Ini terjadi karena masyarakat adat absen dari proses politik formal.

Selasa, 17 Maret 2015

MUSDA Kapuas II, Pilih Pengurus Baru

AMAN KALTENG
KAPUAS - Bertempat di SMP 1 ATAP Timpah, Aruk, Kabupaten Kapuas pelaksanaan Musyawarah Daerah Kapuas II Aliansi Masyarakat Adat Nusantara dipusatkan Selasa (10/3). Acara yang berlangsung 1 hari ini bertujuan untuk pembentukan pengurus daerah yang baru.

Karolina Pratiwi yang juga Biro Perempuan AMAN Kalimantan Tengah menjadi pembawa acara dalam kegiatan Musda.  Diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, dan doa pembukaan oleh Rangkap. Selanjutnya Armudi sebagai panitia penyelenggara mengatakan bahwa pada saatnya nanti akan dipilih orang-orang yang duduk sebagai pengurus dan meliputi wilayah kerja Kapuas Hulu, Pasak Talawang, Mandau Talawang, Kapuas Tengah dan Timpah.

Sabtu, 28 Februari 2015

RESOLUSI MUSWIL-II AMAN KALTENG TAHUN 2015

AMAN KALTENG
Kami, seluruh peserta Musyawarah Wilayah II Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kalimantan Tengah yang diselenggarakan tanggal 27-28 Februari 2015 di Asrama Haji Palangka Raya, menyadari bahwa sepanjang sejarah keberadaan Masyarakat Adat di Nusantara pada umumnya dan khususnya di Kalimantan Tengah telah terjadi perubahan-perubahan berbagai kebijakan Negara yang terkait dengan keberadaan Masyarakat Adat dan mengancam serta cenderung memarginalkan hak-hak dasarnya untuk kepentingan politik dan kekuasaan. 

Kami mengingatkan kembali semakin kuatnya pengakuan Negara terhadap hak-hak masyarakat adat sesuai UUD 1945 pasal 18b ayat 2 dan pasal 28I ayat 3 sebagai Konstitusi Negara.