|
Manugal (Penanaman Padi) pada ladang warga di komunitas adat Muara Mea, Barito Utara (Foto Dok : AMAN Kalteng 2013) |
Hingga bulan Juni tahun 2020 ini, kondisi Pandemi
COVID-19 ini masih belum menunjukkan tanda-tanda akan mereda, namun pemerintah
tetap bersikukuh untuk merealisasikan proyek Food Estate di
lahan bekas Proyek Lahan Gambut (PLG). AMAN Kalimantan Tengah menilai tindakan
pemerintah ini, yang katanya sebagai bentuk keberpihakan dan kepekaan terhadap
keselamatan rakyat terkait pandemi, mempunyai proses dan akan berdampak kontra
produktif.
Rencana Proyek Food Estate adalah
sebuah proyek “luka di atas luka lama” di mana berbagai dampak dan kerusakan
yang terjadi akibat proyek PLG zaman Orde Baru tersebut masih menyisakan
masalah sosial-ekologis. Kebakaran lahan yang terjadi di wilayah eks-PLG masih
menjadi bagian dari bencana kabut asap. Demikian juga konflik antara masyarakat
dengan perusahaan yang beroperasi di atas lahan eks-PLG. Perubahan sosial
masyarakat yang terjadi akibat perubahan lingkungan dan kerentanan secara
ekonomi dan kerusakan adat dan budaya masyarakat setempat masih berlangsung dan
belum ada pemulihan.
Proyek Food Estate yang
telah berjalan di Indonesia juga tidak menunjukkan pemulihan hak Masyarakat
Adat lingkungan, malah semakin menambah daftar masalah dalam hal kerusakan
lingkungan dan hak atas kehidupan masyarakat setempat. Proyek MIFEE di Papua
dapat kita jadikan contoh dimana Proyek Food Estate merupakan
ancaman bagi Masyarakat Adat.
Terkait rencana proyek Food
Estate di lahan Eks PLG, AMAN Kalimantan Tengah menyoroti
hal-hal sebagai berikut.
1.
Paradigma manusia di atas
alam.
Masyarakat
Adat memandang alam sebagai kawan dalam posisi yang sederajat. Ada proses
saling menghargai, saling hormat, saling memberi menerima, dan saling rawat.
Paradigma itu membuahkan alam yang menjadi sumber pengajaran hidup dan
spiritual, lestari, cukup sandang, pangan, pangan dan obat-obatan selama ribuan
tahun lamanya. Namun ratusan tahun dan meningkat dengan cepat puluhan tahun ke
belakang, manusia dengan kesombongan ilmu pengetahuannya merasa diri di atas
alam. Mampu merekayasa alam. Maka alam hanya akan menjawab dengan satu jawaban:
bencana.
2.
Proyek Food Estate akan
menghancurkan Kedaulatan Pangan Masyarakat Adat.
Pendekatan Ketahanan Pangan yang mendasari proyek Food
Estate ini menempatkan akumulasi modal dan pemenuhan permintaan pasar atas
produk pangan secara nasional dan internasional. Di sisi lain, pemenuhan hak
atas tanah dan pangan masyarakat setempat khususnya Masyarakat Adat tidak
menjadi hal yang penting bagi pendekatan ketahanan pangan. Proyek Food Estate
ini menjadi milik korporasi di mana masyarakat dipandang hanya sebagai faktor
produksi belaka. Berkaca pada proyek Food Estate serupa yang telah berlangsung
di Indonesia, Masyarakat Adat menjadi pihak yang dikorbankan.
3.
Tunggakan Masalah sebagai
dampak proyek PLG masih belum tuntas.
Proyek Lahan Gambut (PLG) yang mulai dikerjakan tahun
1996 sampai hari ini masih menyisakan masalah bahkan melahirkan masalah baru.
Pembabatan hutan dan pembangunan kanal di atas lahan tersebut sampai hari ini
masih menjadi penyebab bencana asap yang terjadi setiap tahun. Masuknya
proyek-proyek susulan di lokasi yang sama, baik oleh swasta, pemerintah dan non
pemerintah telah mengubah cara hidup Masyarakat Adat menjadi semakin tergantung
dengan pihak lain. Selanjutnya beroperasinya perusahaan sawit diatas lahan
tersebut juga melahirkan konflik agraria dengan masyarakat setempat.
4.
Kepentingan Pemodal diatas
kepentingan Masyarakat Adat.
Proyek Food Estate yang meletakkan modal dan pasar
sebagai fondasi utama merupakan ancaman bagi masyarakat adat. Lahan Food Estate
sebagian besar akan dimiliki oleh korporasi dan hasil produksi menjadi milik
pasar. Berkaca pada kejadian yang telah melahirkan konflik dengan masyarakat
setempat. AMAN Kalimantan Tengah mencatat beberapa konflik antara masyarakat
dengan perusahaan telah terjadi diatas lahan eks-PLG dan secara umum masih
mengorbankan kepentingan Masyarakat Adat.
5.
Peladang Tradisional
Dikriminalisasi sementara Investasi diberi karpet merah.
Masyarakat Adat yang mengusahakan tanah dengan cara
berladang masih selalu dipinggirkan dan di-pidana-kan. Sementara perusahaan
yang aktivitasnya sering mengabaikan Masyarakat Adat, menimbulkan korupsi,
kerusakan dan pencemaran lingkungan, melanggar perijinan, menimbukan konflik
dan penyebab bencana kabut asap justru dibiarkan dan bahkan diberi fasilitas
khusus oleh negara. Pemidanaan peladang adalah bukti hukum dan aparat yang
tidak berpihak pada peladang. Pemidanaan peladang adalah bukti tidak diakuinya
keberadaan Masyarakat Adat yang mengusahakan perladangan sebagai salah satu jalan
hidup.
6.
Potensi Masalah Sosial.
Tenaga kerja tanpa pengetahuan tentang bercocok tanam di
areal gambut dan didatangkan dari luar dalam jumlah besar dan dalam waktu yang
singkat akan berpotensi menimbulkan konflik sosial.
Dengan demikian, Aliansi Masyarakat Adat
Nusantara – Kalimantan Tengah (AMAN KALTENG) menyatakan: DENGAN
TEGAS MENOLAK PROYEK FOOD ESTATE DIATAS LAHAN EKS-PLG.
AMAN Kalteng selanjutnya menyerukan kepada
Pemerintah (Nasional, Propinsi dan Kabupaten) untuk:
- Bertobat dan meminta maaf kepada Tuhan,
leluhur dan alam karena selama ini dan terus merusak semesta ciptaan Tuhan dan
sombong memandang alam dan rakyat berada di bawah dirinya.
- Memulihkan dampak kerusakan lingkungan,
sosial dan adat akibat kegagalan proyek PLG Orde Baru.
- Terlebih dulu menjamin pemulihan gambut
dengan indikator tidak ada kebakaran di lahan gambut selama sedikitnya 5 tahun.
- Akui, jaga, dukung dan lindungi lahan-lahan
pertanian dan ladang masyarakat adat yang sudah ada.
- Menjalankan Putusan Mahkamah Agung yang
memenangkan gugatan rakyat terhadap pemerintah terkait bencana kabut asap tahun
2015.
- Membuka data dan analisa terkait Food Estate
secara terbuka kepada publik.
- Menerapkan Standar Free, Prior and Informed
Consent (FPIC) sesuai Deklarasi PBB tentang Hak Masyarakat Adat dalam setiap
proyek pembangunan dan investasi, khususnya terkait proyek Food Estate di
Kalimantan Tengah.
Kepada seluruh komunitas Masyarakat Adat di Kalimantan
Tengah, untuk:
- Yakin dan bertahan dengan adat yang
diwariskan oleh leluhur untuk kehidupan yang berdaulat, mandiri dan
bermartabat.
- Bersolidaritas dan berlawan terhadap
semua pihak yang tidak mengakui keberadaan dan melanggar hak Masyarakat
Adat.
Semoga Leluhur selalu merestui perjuangan
kita!!!
Berdaulat Secara Politik, Mandiri Secara
Ekonomi dan Bermartabat Secara Budaya
ALIANSI MASYARAKAT ADAT NUSANTARA KALIMANTAN
TENGAH
Penjabat Ketua
Ferdi Kurnianto