Jumat, 19 Juni 2020

Pernyataan Sikap AMAN Kalimantan Tengah terkait Rencana Food Estate

 

Manugal (Penanaman Padi) pada ladang warga di komunitas adat Muara Mea, Barito Utara (Foto Dok : AMAN Kalteng 2013)
 


Hingga bulan Juni tahun 2020 ini, kondisi Pandemi COVID-19 ini masih belum menunjukkan tanda-tanda akan mereda, namun pemerintah tetap bersikukuh untuk merealisasikan proyek Food Estate di lahan bekas Proyek Lahan Gambut (PLG). AMAN Kalimantan Tengah menilai tindakan pemerintah ini, yang katanya sebagai bentuk keberpihakan dan kepekaan terhadap keselamatan rakyat terkait pandemi, mempunyai proses dan akan berdampak kontra produktif.

 

Rencana Proyek Food Estate adalah sebuah proyek “luka di atas luka lama” di mana berbagai dampak dan kerusakan yang terjadi akibat proyek PLG zaman Orde Baru tersebut masih menyisakan masalah sosial-ekologis. Kebakaran lahan yang terjadi di wilayah eks-PLG masih menjadi bagian dari bencana kabut asap. Demikian juga konflik antara masyarakat dengan perusahaan yang beroperasi di atas lahan eks-PLG. Perubahan sosial masyarakat yang terjadi akibat perubahan lingkungan dan kerentanan secara ekonomi dan kerusakan adat dan budaya masyarakat setempat masih berlangsung dan belum ada pemulihan.

 

Proyek Food Estate yang telah berjalan di Indonesia juga tidak menunjukkan pemulihan hak Masyarakat Adat lingkungan, malah semakin menambah daftar masalah dalam hal kerusakan lingkungan dan hak atas kehidupan masyarakat setempat. Proyek MIFEE di Papua dapat kita jadikan contoh dimana Proyek Food Estate merupakan ancaman bagi Masyarakat Adat.

 

Terkait rencana proyek Food Estate di lahan Eks PLG, AMAN Kalimantan Tengah menyoroti hal-hal sebagai berikut.


1.      Paradigma manusia di atas alam.

Masyarakat Adat memandang alam sebagai kawan dalam posisi yang sederajat. Ada proses saling menghargai, saling hormat, saling memberi menerima, dan saling rawat. Paradigma itu membuahkan alam yang menjadi sumber pengajaran hidup dan spiritual, lestari, cukup sandang, pangan, pangan dan obat-obatan selama ribuan tahun lamanya. Namun ratusan tahun dan meningkat dengan cepat puluhan tahun ke belakang, manusia dengan kesombongan ilmu pengetahuannya merasa diri di atas alam. Mampu merekayasa alam. Maka alam hanya akan menjawab dengan satu jawaban: bencana.

 

2.      Proyek Food Estate akan menghancurkan Kedaulatan Pangan Masyarakat Adat.

Pendekatan Ketahanan Pangan yang mendasari proyek Food Estate ini menempatkan akumulasi modal dan pemenuhan permintaan pasar atas produk pangan secara nasional dan internasional. Di sisi lain, pemenuhan hak atas tanah dan pangan masyarakat setempat khususnya Masyarakat Adat tidak menjadi hal yang penting bagi pendekatan ketahanan pangan. Proyek Food Estate ini menjadi milik korporasi di mana masyarakat dipandang hanya sebagai faktor produksi belaka. Berkaca pada proyek Food Estate serupa yang telah berlangsung di Indonesia, Masyarakat Adat menjadi pihak yang dikorbankan.

 

3.      Tunggakan Masalah sebagai dampak proyek PLG masih belum tuntas.

Proyek Lahan Gambut (PLG) yang mulai dikerjakan tahun 1996 sampai hari ini masih menyisakan masalah bahkan melahirkan masalah baru. Pembabatan hutan dan pembangunan kanal di atas lahan tersebut sampai hari ini masih menjadi penyebab bencana asap yang terjadi setiap tahun. Masuknya proyek-proyek susulan di lokasi yang sama, baik oleh swasta, pemerintah dan non pemerintah telah mengubah cara hidup Masyarakat Adat menjadi semakin tergantung dengan pihak lain. Selanjutnya beroperasinya perusahaan sawit diatas lahan tersebut juga melahirkan konflik agraria dengan masyarakat setempat.

 

4.      Kepentingan Pemodal diatas kepentingan Masyarakat Adat.

Proyek Food Estate yang meletakkan modal dan pasar sebagai fondasi utama merupakan ancaman bagi masyarakat adat. Lahan Food Estate sebagian besar akan dimiliki oleh korporasi dan hasil produksi menjadi milik pasar. Berkaca pada kejadian yang telah melahirkan konflik dengan masyarakat setempat. AMAN Kalimantan Tengah mencatat beberapa konflik antara masyarakat dengan perusahaan telah terjadi diatas lahan eks-PLG dan secara umum masih mengorbankan kepentingan Masyarakat Adat.

 

5.      Peladang Tradisional Dikriminalisasi sementara Investasi diberi karpet merah.

Masyarakat Adat yang mengusahakan tanah dengan cara berladang masih selalu dipinggirkan dan di-pidana-kan. Sementara perusahaan yang aktivitasnya sering mengabaikan Masyarakat Adat, menimbulkan korupsi, kerusakan dan pencemaran lingkungan, melanggar perijinan, menimbukan konflik dan penyebab bencana kabut asap justru dibiarkan dan bahkan diberi fasilitas khusus oleh negara. Pemidanaan peladang adalah bukti hukum dan aparat yang tidak berpihak pada peladang. Pemidanaan peladang adalah bukti tidak diakuinya keberadaan Masyarakat Adat yang mengusahakan perladangan sebagai salah satu jalan hidup.

 

6.      Potensi Masalah Sosial.

Tenaga kerja tanpa pengetahuan tentang bercocok tanam di areal gambut dan didatangkan dari luar dalam jumlah besar dan dalam waktu yang singkat akan berpotensi menimbulkan konflik sosial.

 

Dengan demikian, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara – Kalimantan Tengah (AMAN KALTENG) menyatakan: DENGAN TEGAS MENOLAK PROYEK FOOD ESTATE DIATAS LAHAN EKS-PLG.

 

AMAN Kalteng selanjutnya menyerukan kepada Pemerintah (Nasional, Propinsi dan Kabupaten) untuk:

  1. Bertobat dan meminta maaf kepada Tuhan, leluhur dan alam karena selama ini dan terus merusak semesta ciptaan Tuhan dan sombong memandang alam dan rakyat berada di bawah dirinya.
  2. Memulihkan dampak kerusakan lingkungan, sosial dan adat akibat kegagalan proyek PLG Orde Baru.
  3. Terlebih dulu menjamin pemulihan gambut dengan indikator tidak ada kebakaran di lahan gambut selama sedikitnya 5 tahun.
  4. Akui, jaga, dukung dan lindungi lahan-lahan pertanian dan ladang masyarakat adat yang sudah ada.
  5. Menjalankan Putusan Mahkamah Agung yang memenangkan gugatan rakyat terhadap pemerintah terkait bencana kabut asap tahun 2015.
  6. Membuka data dan analisa terkait Food Estate secara terbuka kepada publik.
  7. Menerapkan Standar Free, Prior and Informed Consent (FPIC) sesuai Deklarasi PBB tentang Hak Masyarakat Adat dalam setiap proyek pembangunan dan investasi, khususnya terkait proyek Food Estate di Kalimantan Tengah.

Kepada seluruh komunitas Masyarakat Adat di Kalimantan Tengah, untuk:

  1. Yakin dan bertahan dengan adat yang diwariskan oleh leluhur untuk kehidupan yang berdaulat, mandiri dan bermartabat.
  2. Bersolidaritas dan berlawan terhadap semua pihak yang tidak mengakui keberadaan dan melanggar hak Masyarakat Adat.

 

Semoga Leluhur selalu merestui perjuangan kita!!!

 

Berdaulat Secara Politik, Mandiri Secara Ekonomi dan Bermartabat Secara Budaya

 

 

ALIANSI MASYARAKAT ADAT NUSANTARA KALIMANTAN TENGAH
Penjabat Ketua

 

 

Ferdi Kurnianto

 



AMAN KALTENG

Author & Editor

Berdaulat Mandiri Bermartabat - Exsist & Resist & Indigenize & Decolonize

0 Komentar:

Posting Komentar