Rabu, 25 Maret 2015

Caleg "Murah" Masyarakat Adat Bisa Jadi Anggota Dewan

SORONG, KOMPAS.com - Pembangunan menjadi momok menakutkan bagi masyarakat adat. Tak sedikit kebijakan Negara baik nasional dan daerah telah menyerabut eksistensi masyarakat adat, yang lantas mengakibatkan penderitaan.

Pembangunan dirasa semacam agresi karena menjadi pembenaran atas perampasan wilayah, tanah dan sumberdaya milik masyarakat adat tanpa sepertujuan. Kondisi tersebut mengakibatkan pelanggaran HAM, pemiskinan, semakin jauhnya masyarakat adat dari akses layanan publik, bahkan beberapa kelompok masyarakat adat dalam situasi kepunahan. Ini terjadi karena masyarakat adat absen dari proses politik formal.

Hal itulah yang muncul dalam serasehan Politik mengusung tema Perluasan Partisipasi Politik Masyarakat Adat: Memperkuat Gerakan Politik dan kebudayaan melalui Politik Electoral, dalam Rakernas IV Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) di Sorong, Papua, Senin (17/3/2015).

Merujuk data AMAN pada pileg 2009 terdapat puluhan kadernya dari para komunitas adat duduk di kursi dewan, empat di antaranya menjadi pimpinan DPRD.  Di Pileg 2014 sebanyak 185 kader bertarung dan 25 orang terpilih menjadi anggota legislatif.

"Utusan masyarakat adat di parlemen berhasil membuat beberapa kebijakan, namun itu belum signifikan mewakili harapan masyarakat adat terhadap upaya reformasi kebijakan dan hukum di Indonesia," kata Fasilitator Serasehan Politik, Karmadi.

Ketua BPH AMAN, Tana Luwu, Bata Manurun mengemukakan, dari beberapa kader AMAN wilayahnya menjadi dewan paling sedikit menghabiskan uang. "Untuk DPD RI, hanya Rp 12 juta, dewan kabupaten Rp 3,5 juta, dana itu pun didapat dari sumbangan para komunitas masyarakat adat," kata Bata Manurun.

Kader AMAN yang menjadi anggota DPRD Tana Luwu, Baso, menyebutkan meski ia tak mengeluarkan uang sepeserpun menjadi dewan dan tak memiliki utang uang. Namun ia memiliki utang harapan. "Saya tak punya utang uang karena Pemilu, namun saya memiliki utang harapan dari para komunitas adat yang mengamanahkan saya, ini tugas berat," kata Baso.

Aletha Baun, perempuan yang menjadi anggota DPRD Provinsi NTT juga menyebut hal serupa. Menjadi dewan ia tak banyak menghabiskan uang, karena semua disiapkan oleh 500 kelompok masyarakat adat yang selama ini ia dampingi.

"Kami memiliki 500 kelompok masyarakat adat, berbagai basis yang memperjuangkan penolakan perampasan tanah, gerakan perempuan, kerusakan lingkungan, hutan dan lainnya, hingga akhirnya saya diamanahkan para masyarakat adat," kata dia.

Aletha juga menceritakan, perjuangan para kepala adat dan masyarakat adat yang begitu total membuatnya terpilih dengan bermodalkan pinang dan sirih sebagai bahasa komunikasi di komunitas adatnya.

Para pejuang masyarakat adat yang menjadi dewan itu menyebut pekerjaan berat bersama rakyat telah lama mereka lakukan selama bertahun-tahun. Jika saat ini mereka dipercaya sebagai wakil rakyat hal tersebut justru menjadi beban berat pekerjaan mereka.

Bagi mereka, berjuang di dalam parlemen tentu berbeda seperti selama ini dilakukan terlibat langsung dengan masyarakat adat, meski demikian dikatakannya bahwa pengawasan dari para ketua adat dan masyarakt cukup tinggi bagi dirinya.

"Perjuangan di parlemen cukup berat, tentu banyak godaan, kita lihat saja nanti apakah kami tetap komitmen terhadap masyarakat adat atau tidak," kata Aletha.

Para legislator tersebut juga mengatakan, salah satu fokus utama mereka yakni melahirkan Perda Pengakuan dan Perlindungan masyarakat adat di tahun 2015.

Dalam Rakernas IV Aman di Sorong, Papua, Selasa (17/3/2015) yang diagendakan akan dihadiri Presiden RI, Joko Widodo, Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan dan beberapa petinggi negara lainnya.

Penulis    : Kontributor Bengkulu, Firmansyah

Sumber berita dan foto: 
http://regional.kompas.com/read/2015/03/16/11055231/Caleg.Murah.Masyarakat.Adat.Bisa.Jadi.Anggota.Dewan

Keterangan foto: KOMPAS/SONYA HELLEN SINOMBOR Presiden Joko Widodo berdialog dengan sejumlah masyarakat adat di Papua, Minggu (28/12/14) di Lembah Baliem di Wamena, Papua. Lebih dari seribu masyarakat adat dan kepala suku hadir bertatap muka dengan Presiden.

AMAN KALTENG

Author & Editor

Berdaulat Mandiri Bermartabat - Exsist & Resist & Indigenize & Decolonize

0 Komentar:

Posting Komentar