Sabtu, 28 Februari 2015

RESOLUSI MUSWIL-II AMAN KALTENG TAHUN 2015

Kami, seluruh peserta Musyawarah Wilayah II Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kalimantan Tengah yang diselenggarakan tanggal 27-28 Februari 2015 di Asrama Haji Palangka Raya, menyadari bahwa sepanjang sejarah keberadaan Masyarakat Adat di Nusantara pada umumnya dan khususnya di Kalimantan Tengah telah terjadi perubahan-perubahan berbagai kebijakan Negara yang terkait dengan keberadaan Masyarakat Adat dan mengancam serta cenderung memarginalkan hak-hak dasarnya untuk kepentingan politik dan kekuasaan. 

Kami mengingatkan kembali semakin kuatnya pengakuan Negara terhadap hak-hak masyarakat adat sesuai UUD 1945 pasal 18b ayat 2 dan pasal 28I ayat 3 sebagai Konstitusi Negara. 

Masyarakat Adat di Kalimantan Tengah masih terus menghadapi beragam bentuk pemaksaan, penaklukan dan eksploitasi. Penguasaan negara atas sebagian besar tanah dan kekayaan alam yang ada di wilayah-wilayah adat masih terus berlangsung. 

Berbagai kelompok masyarakat adat masih terus digusur secara paksa dari tanah leluhurnya untuk berbagai proyek pembangunan. Pemerintah masih terus memberi Hak Guna Usaha (HGU) dan kebijakan berupa ijin-ijin konsensi yang baru di Wilayah Adat kepada para pemilik modal tanpa pemberitahuan, perundingan dan persetujuan sesuai dengan Hukum Adat yang berlaku di Masyarakat Adat setempat di Kalimantan Tengah. 

Kami menggaris bawahi keberadaan perusahaan-perusahaan pemegang Hak Pengusahan Hutan (HPH/IUPHK) Ijin Pertambangan (KK, PKP2B, KP) yang masih bebas melakukan penebangan hutan dan penghancuran sumber daya alam dan pencemaran di sungai, danau, beje dan sawah sehingga mengakibatkan bencana ekologi  banjir, tanah longsor, kekeringan dan bencana kabut asap yang mengancam keselamatan Masyarakat Adat di kawasan-kawasan Hutan Adat tanpa ada tindakan hukum dari Pemerintah. 

Keberadaan Institusi TNI dan Polisi yang selama ini menjadi sumber intimidasi, kekerasan dan kriminalisasi terhadap Masyarakat Adat masih bercokol di Wilayah Adat. Bahkan akhir-akhir ini aparat Kepolisian sebagai Aparatur Negara yang seharusnya melindungi Masyarakat Adat, yang di tempatkan di wilayah konsesi telah menjadi sumber kekerasan baru bagi Masyarakat Adat di berbagai pelosok Kalimantan Tengah. 

Isue perubahan iklim yang merupakan satu keniscayaan yang mengancam keberadaan Masyarakat Adat sebagai entitas yang paling rentan tidak diikutsertakan dalam proses-proses perundingan sebagai pihak yang paling berkepentingan dalam negosiasi perubahan iklim, apalagi mekanisme yang ditawarkan berasal dari pihak luar dan tidak mengakomodir sistem pengelolaan sumber daya alam berbasis Masyarakat Adat.

Keadaan seperti ini masih jauh dari cita-cita perjuangan kami untuk memulihkan kedaulatan Masyarakat Adat Kalimantan Tengah sesuai hak asal-asul dan hak tradisional yang sudah melekat sejak lama.

Untuk menegakkan hak-hak dasar ini, kami Masyarakat Adat Kalimantan Tengah, yang merasa senasib dan sepenanggungan, telah bersepakat untuk meneguhkan kembali keputusan-keputusan organisasi terkait dengan posisi Masyarakat Adat untuk tetap berjuang bersama-sama mencapai kedaulatan Masyarakat Adat.

Mengacu pada sikap tersebut, kami yang tergabung di dalam AMAN Wilayah Kalimantan Tengah menyatakan hal-hal sebagai berikut :

1.    Mendesak DPR RI untuk segera membahas dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Hukum Adat pada Tahun 2016.

2.    Mendesak Pemerintah Pusat untuk segera melaksanakan program NAWA CITA untuk Masyarakat Hukum Adat dan wilayah adatnya.

3.    Mendesak Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk segera merealisasikan keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 dalam bentuk Peraturan Daerah tentang Masyarakat Hukum Adat. 

4.    Mendesak Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah untuk melaksanakan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat dan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum dan Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 79 Tahun 2014, PB.3/Menut-11/2014, 17/PRT/M/2014, 8/SKB/X/2014 tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah yang berada di dalam Kawasan Hutan.

5.    Mendesak Pemerintah dan pihak investor di Kalimantan Tengah untuk menghentikan segala bentuk kekerasan, perampasan tanah, kriminalisasi dan pelanggaran terhadap hak-hak adat. 

6.    Mendesak Pemerintah dan DPR RI untuk mengkaji dan meninjau ulang sistem hukum dan peradilan nasional sehingga menjamin keberadaan hukum dan peradilan adat yang beragam di Nusantara.

7.    Memastikan keterlibatan masyarakat adat dalam skema REDD+ (pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan) sebagai pelaku utama yang memperoleh manfaat sebagai pemilik Wilayah Adat.

8.    Bagi Masyarakat Adat anggota AMAN bahwa Pemetaan Wilayah Adat wajib dilaksanakan sesuai dengan Peraturan dan Perundang-undangan yang berlaku terlebih dahulu sebelum melaksanakan kegiatan-kegiatan lain yang terkait dengan tanah di Wilayah Adat.

9.    AMAN Kalteng akan menentukan sikap terhadap Calon Gubernur Kalimantan Tengah Periode 2015-2020 dengan memperhatikan komitmennya terkait Pengakuan dan Perlindungan terhadap Masyarakat Adat.

10.    Penetapan RTRWP dan RTRWK di Kalimantan Tengah wajib memasukan kawasan adat sebagai Wilayah Adat.

Ditetapkan di Asrama Haji, Palangka Raya 
Pada tanggal 28 Februari 2015

Tim Perumus Pernyataan Sikap Politik AMAN Kalimantan Tengah : Bakti Yusuf Irwandi; Yusup Roni; Simpun Sampurna; Alfianus G. Rinting; Siswandi K. Tanggelun

Sumber gambar:  http://earthaction.typepad.com/.a/6a00e550798c198834019104ac149f970c-pi



AMAN KALTENG

Author & Editor

Berdaulat Mandiri Bermartabat - Exsist & Resist & Indigenize & Decolonize

0 Komentar:

Posting Komentar