Tampilkan postingan dengan label Berita Lainnya. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Berita Lainnya. Tampilkan semua postingan

Rabu, 05 November 2014

Dua Hutan Adat Ditetapkan Masyarakat Berkomitmen Mempertahankan

AMAN KALTENG
JAMBI, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Sarolangun, Jambi, menetapkan dua hutan seluas 332 hektar di hulu Sungai Batanghari sebagai hutan adat. Pengelolaan hutan berbasis masyarakat adat tersebut diyakini dapat mengantisipasi dampak lingkungan dari aktivitas tambang liar di sekitar desa.

Kedua hutan adat itu dikelola masyarakat Desa Panca Karya dan Temenggung, Kecamatan Limun. Desa Temenggung sangat dekat dengan lokasi penambangan emas tanpa izin (PETI), hanya berjarak 1 kilometer. Bentrokan antara polisi dan petambang liar bahkan pernah terjadi setahun lalu yang mengakibatkan satu polisi dan dua warga tewas.

”Kami ingin melindungi keselamatan masyarakat lokal dari dampak tambang emas liar tak jauh dari sini,” ujar Yusuf S, pengurus Hutan Adat Desa Temenggung, Selasa (4/11).

Menurut Yusuf, PETI meresahkan masyarakat karena limbah aktivitas produksinya berupa merkuri dibuang ke sungai. Merkuri alias air raksa merupakan logam berat yang secara akumulatif dapat menyebabkan kematian serta merusak jaringan organ dan janin.

Wakil Bupati Sarolangun Fahrul Rozi berharap, penetapan hutan adat akan meningkatkan kesadaran masyarakat melestarikan hutan. Upaya itu sejalan dengan keinginan pemkab menjaga kawasan hulu sebagai kawasan lindung dan melindunginya dari aktivitas tambang liar. Penetapan hulu Sarolangun sebagai kawasan lindung bahkan telah dilakukan melalui peraturan daerah 10 tahun lalu mengingat kondisi hutannya masih baik dan berperan sebagai wilayah resapan air.

Hutan adat di Panca Karya dan Temenggung pada masa lalu merupakan satu kesatuan wilayah marga Datuk Nan Tigo dan berada dalam lanskap Taman Nasional Kerinci Seblat. Luas hutan adat di Desa Panca Karya 217,49 hektar, sedangkan di Desa Temenggung 115 hektar.
Komitmen masyarakat

Koordinator Program Wahana Pelestarian dan Advokasi Hutan Sumatera yang menginisiasi pengelolaan hutan adat setempat, Riko Kurniawan, mengatakan, komitmen masyarakat mempertahankan hutan adat atau imbo larangan sudah sejak dahulu. Ini diwujudkan dengan surat keterangan dari sidang tengganai dan orang tuo-tuo dusun pada 1929.

”Masyarakat masih menggunakan hukum adat yang berlaku beserta larang pantang dan sanksinya,” katanya.

Di Jambi sebelumnya telah terdapat 30 hutan adat dan 33 hutan desa.

Di Maluku Utara, masyarakat adat Pagu dan suku Togutil di Kabupaten Halmahera Utara justru kehilangan hak mereka. Ini karena tanah adat masyarakat Pagu seluas 29.622 hektar dijadikan lahan eksploitasi tambang emas. Adapun warga suku Togutil kehilangan sumber penghidupan setelah hutan yang mereka garap selama ini seluas 167.300 hektar ditetapkan sebagai areal konservasi oleh Kementerian Kehutanan.

Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Provinsi Maluku Utara Munadi Kilkoda mengatakan itu kepadaKompas, Senin.

Bupati Halmahera Utara Hein Namotemo mengatakan, pihaknya segera menyusun perda untuk mengatur tentang wilayah adat. ”Kami berkomitmen, hak masyarakat adat tidak boleh terganggu,” katanya. (ita/frn)

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000009896787

Minggu, 02 November 2014

AMAN Selenggarakan Seminar Peran Seni dan Pendidikan

AMAN KALTENG
Jarum jam masih menunjukkan 9 pagi. Kamis, 23 Oktober 2014 di salah satu ruang pertemuan di Hotel Aquarius Palangka Raya telah di penuhi sejumlah peserta yang mengikuti kegiatan ‘Seminar Peran Seni dan Pendidikan untuk Keadilan Lingkungan di Kalimantan Tengah’. Begitulah isi spanduk yang terpampang di depan ruangan. Sebagai pembukaan sanggar Tari Sanggar Tari Balanga Tingang, ikut menampilkan tarian Masyarakat Adat Dayak usai dipanggil pembawa acara.

AMAN Kalteng bekerja sama dengan Institute Ungu, Jakarta melakukan seminar ini dalam 1 rangkaian kegiatan pementasan teater Subversif (23-24/10). Dalam penjelasannya Faiza Mardzoeki, selaku direktur mengatakan bahwa keinginannya untuk berbagi, bagaimana para pelajar dan mahasiswa ini merespon masalah-masalah penting seperti masalah lingkungan dengan cara seni. “Saya pikir mungkin kesenian tidak akan langsung bisa merubah sesuatu tapi saya pikir kesenian bisa menjadi teman bisa menjadi pendekatan yang cukup berarti untuk memperbincangkan mendiskusikan isu-isu penting,” kata perempuan penulis naskah teater ini.

Berkaitan dengan permasalahan masyarakat adat, dalam sambutannya Simpun Sampurna sebagai Ketua BPHW AMAN Kalteng mengatakan, Masyarakat Adat berada dan terlibat langsung dampak pada lingkungan. Salah satu contoh yang terlihat dari kebakaran hutan yang terjadi di Kalimantan Tengah, jika tidak dibayar maka orang tidak mau memadamkannya. Maka dari itu kearifan lokal dan inisiatif-inisiatif lokal sangat diperlukan dalam aktivitas menjaga lingkungan saat ini, namun saat ini praktek seperti ini yang  telah mulai berkurang, dibandingkan pada masa lalu.

“Apa yang terjadi di Kalimantan Tengah sangat mempengaruhi terhadap dunia bukan hanya di Kalimantan Tengah saja. Jadi harapan saya dari kegiatan ini bisa lahir kesadaran semua pihak arti pentingnya menjaga lingkungan,” harap Dadut panggilan sehari-harinya.

Karena kegiatan ini didukung oleh kedutaan Norwegia di Indonesia, Duta besarnya turut hadir menyampaikan sambutan. Stig Traavik, bercerita bahwa, bangsa Norway mempunyai pemahaman yang sama dengan konsep pohon kehidupan yang ada di Kalimantan. Juga dalam hal Budaya peduli lingkungan Bangsa Norway  hampir sama dengan Bangsa Dayak di Indonesia yang berkisah tentang Livelihood yang menceritakan tentang pohon kehidupan.

“Saya sangat bangga sekali karena Indonesia telah menampilkan karya seniman kami Hendrik Ibsen yang sangat terkenal. Teater malam nanti menggambarkan bagaimana budaya sisi modern dan sisi tradisional sangat berbenturan dan bagaimana cita-cita yang ingin kita dengar dan yang tidak ingin kita dengar dan siapa yang berpengaruh dan bertanggung jawab atas lingkungan serta siapa yang menerima dampak buruk langsung atas kerusakan lingkungan. Kesadaran dalam hal ini ketika anda mempunyai hak namun tidak bisa mengungkapkannya,” kata Traavik.

Ia melanjutkan bahwa, kondisi di sini beruntung  karena mempunyai pemerintah daerah sangat mendukung. Ini merupakan contoh yang baik sebagai upaya mendukung keadilan lingkungan. Traavik juga mengingatkan bahwa potensi kerjasama dari pihak yang peduli lingkungan dan pihak yang peduli kerjasama seperti Universitas Muhammadiyah Palangka Raya  yang memberikan tempat untuk pementasan.

Secara singkat, sebelum membuka acara secara resmi, Syahrin Daulay sebagai asisten II setda provinsi Kalimantan Tengah menyampaikan sambutan. Selaku pemerintah provinsi menyambut baik untuk kegiatan ini karena diharapakan menghasilkan kesadaran dalam pentingnya menjaga lingkungan.

Sebelum masuk pada materi seminar, Dinda Kanya Dewi membacakan Puisi hasil karya Pelajar Palangkaraya. Puisi ini menggambarkan kondisi lingkungan di Kalimantan Tengah.

Pada panel pertama yang dipandu Yohanes Taka sebagai moderator, Simpun Sampurna dipercaya sebagai pembicara pertama. Ia membawakan materi Penyebab Konflik di Kalimantan Tengah, antara Perusahaan Perkebunan, Pertambangan dengan Masyarakat Adat yang Berdampak Terhadap Alam dan  Lingkungan.

Secara singkat, Dadut menggambarkan permasalahan yang terjadi dalam tata ruang, tumpang tindih antara kekuasaan pemerintah dengan kekuasaan adat. Kerusakan lingkungan dan sebagainya itu bersumber dari masalah Tata Ruang. Harapannya kedepan harus adanya pelibatan Masyarakat Adat dalam Penyusunan Tata Ruang sehingga mengecilkan konflik dan dapat menjadi solusi.

Pemateri kedua adalah Mastuati dari Lembaga Dayak Panarung (LDP). Aktivis perempuan ini mengajak peserta melihat dampak Industri ekstraktif tambang dan perkebunan di Kalimantan Tengah bagi perempuan dan masyarakat adat.

Mastuati mengingatkan dengan pertanyaan kritis. Apa yang kita lakukan agar perempuan dan masyarakat adat semakin kuat?. Beberapa hal dapat di lakukan dengan upaya advokasi, edukasi, kampanye mengenai Hak Azasi Perempuan dan Hak Azasi Manusia serta pengorganisasian agar perempuan dan masyarakat adat dapat bekerja secara kolektif.

Berikutnya, sebagai pemateri ketiga pada panel pertama adalah Marko Mahin sebagai Rektor Universitas Kristen Palangka Raya. Ia memaparkan Seni Budaya dan Pendidikan Pemerdekaan.
Marko menegaskan, peran seni budaya sebagai media pendidikan kritis, sehingga masyarakat bisa menggambarkan apa yang dipikirkan, menceritakan apa yang telah digambarkan dan mementaskan peristiwa hidup dan harapan hidup yang dialami tersebut, sehingga seni budaya bukan lagi hanya sekedar hiburan atau pertunjukan, bukan lagi alat penindasan dan media membangun kesadaran palsu baru atau menjadi alat penjinakkan kaum penindas tapi merupakan bagian dari proses menemukan transformasi baik dalam diri sendiri maupun dalam komunitas.

Hal penting lainnya pria yang masih sebagai pendeta aktif ini mengatakan seni budaya bisa menjadi tempat membangun kesadaran kritis tentang ketidakadilan dan penindasan, tempat membangun sikap kritis, percaya diri, semangat juang dan pemahaman atas apa yang membuat mereka tetap miskin, tergantung dan tertindas. Jadi masyarakat tidak hanya berfikir bagaimana dunia tetapi juga mampu berfikir bagaimana mengubah dunia.

Pada panel kedua  yang dipandu Faiza Mardzoeki sebagai moderator, Abdi Rahmat sebagai direktur Teropong diberi kesempatan pertama menyampaikan paparanya yang berjudul Memaknai Isu Kesenian, Lingkungan dan Pendidikan (Sebuah Refleksi).

Abdi mengatakan, kesenian sebagai ideologi lingkungan bukan merupakan sesuatu yang didorong-dorong, tapi merupakan sesuatu yang keluar sebagai keniscayaan bahwa lingkungan merupakan ideologi dari kesenian sehingga menempatkannya menjadi sesuatu yang memiliki posisi strategis. Kesenian harus dipulihkan maknanya sebagai sesuatu yang mengandung nilai, bukan hanya sebatas pada keterampilan, kepopuleran, dan tidak hanya skill. Jadi “Bagaimana Mengembalikan Makna Kesenian Merupakan Cara Ampuh Mempengaruhi Perbaikan Lingkungan?”.

Dari sisi akademisi berikutnya, Bismart Ferry Ibie sebagai  tenaga pengajar fakultas kehutanan universitas Palangka Raya mencoba melihat bagaimana pendidikan, lingkungan, media menjadi seni dan budaya.

Secara kritis, pria berkacamata ini mengatakan bahwa permasalahannya kita sering salah ketika mendidik. Ketika kita tidak bisa mengoptimalkan atau menggambarkan objek sesuatu yang kita ajarkan. Seni dalam pelajaran adalah ketika kita bisa mendeskripsikan suatu objek kedalam suatu gambar matematis. Guru dan Dosen sering membuat sesuatu yang gampang menjadi sulit agar kelihatan intelek oleh mahasiswanya, tapi seharusnya ini dibalik supaya yang sulit menjadi mudah.

Untuk memperkaya pemahaman peserta, panitia juga mengajak Matius Hosang dari Badan Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Tengah. Ia membawakan paparan berjudul
Peran Pemerintah Dalam Mendorong Dunia Seni Dan Pendidikan Untuk Perubahan Positif Partisipasi Masyarakat Dan Keadaan Lingkungan Di Kalimantan Tengah.

Acara yang berakhir pada pukul 1.30  siang ini diwarnai pertanyaan peserta antara lain dari Mardiana Deren, PEREMPUAN AMAN Barito Timur, Novi Angraiyati, Mahasiswa Universitas Kristen Palangkaraya, Andri Masijia, Produser Film Maker/ Lembaga ICC, Agus dari GMNI Palangkaraya, peserta dari Staff Pengajar di Universitas Kristen Palangkaraya dan Pemerhati dan Pelindung Satwa Kalimantan Tengah.

Sumber foto: Dokumen AMAN Kalteng dan http://www.institutungu.org

Rabu, 24 September 2014

Pertunjukan Teater Subversif

AMAN KALTENG
Suasana tampak lebih ramai di SMU 5 Palangka Raya. Sekolah yang terletak di jalan Tingang ini dipenuhi puluhan motor yang terparkir persis di depan aula pertemuan. Senin (22/9) lalu di tempat ini menjadi pusat kegiatan dari Ibsen Goes To School, Bicara Sastra dan Lingkungan di Sekolah.

Tidak kurang dari 100 siswa dan guru pendamping tampak hadir di aula. Sebagai pembicara dalam diskusi, AMAN Kalteng turut terlibat dengan membawakan paparan, ‘Lingkungan Hidup Bagi Anak Muda’. Sedangkan Okky Madasari, sebagai penulis novel ikut berbagi pengalaman memberikan tips-tips terkait penulisan bertema lingkungan hidup dan sosial.

Di tempat berbeda keesokan harinya, Selasa (23/9) acara yang sama di lakukan di MAN Model Palangka Raya. Sekolah yang terletak di jalan Tjilik Riwut ini tidak kalah ramainya dengan peserta yang hadir di SMU 5. Para guru dan murid yang terlibat dalam acara ini memberikan pertanyaan yang antusias kepada pembicara.

Ruangan pertemuan yang terletak di bagian tengah sekolah ini dipenuhi tidak kurang dari 100 siswa. Panitia kegiatan dari Komunitas Teater Palangka Raya, Kalimantan Tengah memadukan acara diskusi dengan penampilan musik kecapi, suling dan gandang. Puisi dan karungut bertema lingkungan juga di sajikan sebelum diskusi dimulai.

Salah seorang siswa lelaki yang tidak mau disebutkan namanya menceritakan kepada penulis bahwa paparan yang disajikan oleh AMAN Kalteng, menarik karena di padukan dengan gambar dan film pendek yang menceritakan kerusakan lingkungan akibat ulah manusia itu sendiri. Walaupun menurutnya tidak mendalam untuk membahas lingkungan hidup. Di sisi lain menurut siswa perempuan, paparan yang disajikan lebih hidup dan di berikan kesempatan untuk bertanya terkait kerja-kerja AMAN Kalteng pada isu lingkungan hidup.

Dua kegiatan di atas menjadi 1 rangkaian yang berujung pada pertunjukan teater Subsversif. Naskah ini di adaptasi Faiza Mardzoeki dari An Enemy Of The People karya Henrik Ibsen. Bagi yang berminat pada tanggal 23 dan 24 Oktober 2014 malam akan di pentaskan pertunjukan teater ini yang dipusatkan di Rumah Betang Eka Tingang Nganderang Palangka Raya. Sedangkan pada 23 pagi akan di selenggarakan seminar yang terkait dengan pementasan teater ini.

Hanya dengan 10 ribu rupiah akan akan di puaskan menyaksikan para pemain film/ sinetron Teuku Rifnu Wikana, Ayez Kassar, Sita Nursanti, Dinda Kanya Dewi, Kartika Jahya, Hendra Yan, Madin Tasyawan dan Andi Bersama. Sebagai pemain pendukung dari komunitas teater Palangka Raya juga terlibat dalam pementasan.

Sumber Foto dan Tulisan Rokhmond Onasis.

Selasa, 09 September 2014

Pelajar Palangka Raya Siapkan Pentas Teater Bersama Aktor Ibu Kota

AMAN KALTENG
PALANGKA RAYA – Institut Ungu Jakarta bersama Komunitas Teater Palangka Raya menggelar Focus Discussion Group dan Workshop Teater: Ibsen, Teater, dan Lingkungan.

Kegiatan tersebut digelar mulai 29 hingga 31 Agustus 2014, di Rumah Betang Eka Nganderang, Jl. Sudirman, Palangka Raya. Para peserta merupakan 30 pelajar SMA dan mahasiswa di Palangka Raya yang mengikuti kegiatan teater di sekolah maupun kampus masing-masing.

Pelatihan dan materi yang diberikan selama tiga hari, meliputi diskusi dan dialog sastra, latihan akting, ilmu teater konvensional dan teater pemberdayaan, juga teater pembebasan.

Adapun pembicara yang memberikan pelatihan, yaitu Direktur Institut Ungu sekaligus penulis naskah teater dan anggota Dewan Kesenian Jakarta Faiza Mardzoeki, aktor monolog dan sutradara mainteater Bandung Wawan Sofwan dan aktor teater Heliana Sinaga, serta perwakilan Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN) Kalteng Alfianus Genesius Ginting.

Workshop selama tiga hari merupakan kegiatan awal dari rangkaian pementasan teater Subversif!. Di akhir workshop, 10 peserta akan dipilih untuk ikut mementaskan pertunjukan Subversif! yang akan digelar di Betang Eka Nganderang pada 23-24 Oktober mendatang, dengan aktor-aktor teater dari Jakarta antara lain Rifnu Wikana, Dinda Kanya Dewi, Kartika Jahja, dan Sita Nursanti.

“Naskah Subversif! yang kami bawa, memiliki tema yang menyinggung isu lingkungan. Melalui dialog lewat sastra dan teater, hal ini diharapkan dapat menjadi inspirasi dan cermin atas apa yang terjadi di Kalteng, meskipun penyampaiannya tidak secara langsung,”  kata Faiza Mardzoeki kepada Tabengan, Jumat (29/8).

Subversif!, ucap dia, adalah adaptasi dari naskah Enemy Of The People karya Hendrik Ibsen, tokoh teater dunia asal Norwegia. “Tema pementasan itu sangat berkaitan dengan masalah yang tengah berkembang saat ini, seperti kegagalan demokrasi, manipulasi media, pembangkangan, korupsi, moral masyarakat, pencemaran lingkungan, serta kritik atas kekuasaan,” tuturnya.

Menurut Faiza, Kalteng menjadi pilihan pementasan karena dapat menjadi contoh daerah dengan permasalahan-permasalahan lingkungan, terlebih saat ini industri pertambangan dan perkebunan tengah marak di Kalteng. Selain itu, jelasnya, Kalteng merupakan daerah yang dinamis dan sedang tumbuh, sehingga suburnya industri pertambangan dan perkebunan telah memicu berbagai pertanyaan terkait masalah lingkungan berkelanjutan (sustainable environment).

Nantinya dari diskusi dan dialog, ia ingin memunculkan pemikiran dan diskusi lanjutan tentang masalah-masalah di sekitar lingkungan masyarakat para peserta workshop, sehingga mampu membuka ruang dialog bagi perubahan pembangunan di daerah.

Ditegaskan dia, daerah seperti Kalteng ini seharusnya juga memiliki kegiatan-kegiatan seni budaya dan sastra, seperti pertunjukan musik, apresiasi puisi, termasuk pementasan teater. “Pemerintah juga harus menyediakan buku sastra Indonesia dan sastra dunia. Di Indonesia akses buku sastra masih sangat sulit, selain itu, gedung-gedung pertunjukan kesenian semestinya dirawat dan dikelola dengan baik, jangan dibiarkan tidak terurus,” tukasnya. bwn
Copyright © 2012 Harian Umum Tabengan

Sumber: http://media.hariantabengan.com/index/detail/id/40648

Minggu, 31 Agustus 2014

AMAN Kalteng Ikuti Semiloka

AMAN KALTENG
Suasana tampak ramai di salah satu ruang pertemuan hotel Lampang yang terletak di jalan G. Obos Palangka Raya. Di dalam ruangan tampak spanduk besar yang didominasi warna putih dengan ketiga logo dari pemerintah provinsi Kalimantan Tengah, Kemitraan Partneship dan Yayasan Betang Borneo.

Tulisan berwarna hitam dan bertuliskan “Semiloka Mendorong Strategi Pola Kemitraan Pada Sektor Usaha Perkebunan Di Kalimantan Tengah” terlihat jelas dengan huruf kapital. Kegiatan yang berlangsung dari tanggal 27-28 Agustus 2014 lalu dihadiri sekitar 40 peserta.

AMAN Kalteng ikut terlibat dalam kegiatan tersebut. Simpun Sampurna, Restu Ariandi dan Suhaimi, ikut berproses dalam berdiskusi dan mendengarkan penjelasan dari nara sumber. Adapun nara sumber yang terlibat dalam kegiatan ini adalah  Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Tengah dengan paparan, Pola Kemitraan Dalam Tinjauan Kebijakan Daerah Di Kalimantan Tengah, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Kalimantan Tengah dengan paparan, Kebijakan Bidang Pertanahan Terkait Legalitas Kebun Bagi Pengembangan Kemitraan.

Berikutnya nara sumber lain adalah, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah yang membawakan materi Kebijakan Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Pembangunan Perkebunan Berbasis Kemitraan Di Kalimantan Tengah. Bismart Ferry Ibie dari Palangka Raya Institute For Landuse And Agriculture Research, FAPERTA-UNPAR membawakan materi Pengembangan Strategi Pola Kemitraan Usaha Perkebunan Di Kalimantan Tengah.

Terkait pengembangan kelapa sawit di Kalteng, panitia juga mengundang Sawit Watch yang membawakan materi Petani Sawit dalam Pusaran Agroindustri Global. Dari sisi pengusaha sawit ada Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Cabang Kalimantan Tengah yang turut membawakan materi Pelaksanaan Kerjasama Kemitraan Usaha Perkebunan Di Kalimantan Tengah.

Selama 2 hari proses semiloka di pandu oleh fasilitator yang handal dari kemitraan partnership. Diskusi kelompok dan pleno di lakukan untuk mendapatkan pemahaman dari peserta yang cukup beragam latar belakangnya.

Diakhir pertemuan didapatkan rumusan bersama terkait mengapa perlu di lakukan kemitraan, prinsip-prinsip kemitraan yang harus dilakukan dan bentuk/ pola kemitraan apa yang harus dijalankan.

Sumber foto: Dokumentasi AMAN Kalteng

Kamis, 21 Agustus 2014

AMAN Kalteng Ikuti GN-KPA

AMAN KALTENG
Bertempat di Swissbell Hotel Danum Palangka Raya dilakukan pertemuan fasilitasi pelaksanaan kegiatan Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air (GN-KPA) provinsi Kalimantan Tengah.

Pertemuan selama ½ hari ini dihadiri oleh Sugeng dari Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Kalteng, P.Victor Sidabutar, dari Sekretariat Tim Kerja Antar Kementerian Implementasi Kegiatan GN-KPA dan Rehabilitasi DAS Kristis, Siterlin dari Dinas Kehutanan Provinsi Kalteng, Nova Veronica, dari Subdit Prasarana Konservasi dan Sedimen Direktorat Sungai dan Pantai Ditjen SDA, Suwasana dari Dinas pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Tengah, Nicolas Nugroho, dari BPDAS Kahayan Provinsi Kalteng.

Berikutnya, tampak hadir I Wayan Mustika, dari BMKG Provinsi Kalteng, Taraulu Agan, dari Balai Wilayah Sungai Kalimantan II, Poppy Wardani, dari Dinas Perkebunan Provinsi Kalteng, Akhmad Sajarwan, dari Universitas Palangka Raya. Sedangkan dari NGO dan ormas di wakili oleh Tingang Sofian, dari Yayasan Energi Hijau Kalimantan Tengah dan Simpun Sampurna dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kalteng.

Pertemuan yang di langsungkan pada Selasa, 12 Agustus lalu, juga menghasilkan pembentukan formatur tim GN-KPA provinsi Kalteng yang diketuai oleh kepala BAPPEDA Provinsi Kalteng dan AMAN Kalteng sebagai anggota formatur. Dari berita acara yang didapatkan penulis kegiatan ini akan dimulai pada bulan Oktober 2014 dan pelaksanaan kegiatan di lakukan secara konsisten oleh semua pihak yang terkait dan akan dikoordinasikan oleh sekretarat tim GN-KPA antar kementerian.

Sumber foto: berita acara kegiatan

Minggu, 10 Agustus 2014

Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia

AMAN KALTENG
JAKARTA, suaramerdeka.com - Dengan mengusung Tema " Menjembatani Kesenjangan, Melaksanakan Hak-hak Masyarakat,” Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS) yang jatuh pada hari ini 9 Agustus 2014 diperingati.

Tema ini merupakan simbol dari komitmen negara-negara anggota PBB untuk mengakui dan memenuhi hak-hak Masyarakat Adat. “Kembali dunia memperingati Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS) yang jatuh pada hari ini 9 Agustus 2014 dan merupakan tahun ke-20 sejak pertama kali diperingati pada tahun 1995, tahun yang sama ketika dimulainya Dekade Internasional untuk Masyarakat Adat,” ujar Sekretaris Jenderal Aliansi Masyrakat Adat Nusantara Abdon Nababan, melalui rilis yang diterima suaramerdeka.com, Sabtu (9/8).

Thema HIMAS tahun ini tidak terlepas dari penyelenggaraan Konferensi Dunia tentang Masyarakat Adat (WCIP – World Conference on Indigenous Peoples) yang akan dilaksanakan oleh Sidang Umum Perserikatan Bangsa-bangsa/PBB di Markas Besar PBB pada tanggal 22-23 September 2014. WCIP ini bertujuan untuk melihat kembali situasi dan pemenuhan hak-hak Masyarakat Adat di seluruh dunia serta mendengar berbagai praktek-praktek baik oleh negara-negara anggota PBB terkait Masyarakat Adat.

Tahun ini, menurut Abdon, merupakan catatan tersendiri bagi Masyarakat Adat, karena pada Pilpres kali ini AMAN secara resmi mendukung Joko Widodo dan Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden periode 2014-2019. ”Pilihan Masyarakat Adat terhadap Jokowi-JK, tentu tidak terlepas dari pengalaman langsung dalam memperjuangkan pengakuan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak Masyarakat Adat dan pengamatan kita secara lebih luas terhadap proses dan hasil penyelenggaraan Negara selama periode pemerintahan Jend (Pur) DR H Susilo Bambang Yudoyono dan Prof DR Boediono (SBY-Boediono) tahun 2009-2014 yang akan lagi berakhir,” tegasnya.

Menurut Abdon Nababan, jika produk hukum yang penting bagi Masyarakat Adat tidak juga keluar pada masa akhir pemerintahan SBY-Boediono maka agenda ini harus menjadi prioritas pasangan Jokowi-JK. ”Mudah-mudahan pasangan Jokowi-JK tidak mengingkari janjinya setelah menjadi Presiden dan Wakil Presiden,” jelasnya,

”Presiden dan Wakil Presiden terpilih harus melanjutkan Kebijakan Satu Peta (One Map Policy), moratorium izin baru di kawasan hutan, Nota Kesepakatan Bersama (NKB) 12 Kementerian dan Lembaga Negara yang diprakarsai dan dimotori oleh KPK - UKP4. Pengembangan ekonomi kreatif berbasis keragaman budaya, ekonomi hijau dan REDD+ ala/berbasis Masyarakat Adat.” tambahnya.

Selain itu, lanjut Abdon, ada juga program pemerintah yang harus dikaji ulang, direvisi atau bahkan harus dihentikan antara lain: MasterPlan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), sebagai perluasan pembangunan ekonomi nasional bertumpu pada hutang luar negeri dan modal asing. ”Penetapan Master Plan dalam memilih wilayah tertentu dengan kekayaan sumberdayanya itu dilakukan secara sepihak, Masyarakat (Adat) tidak pernah diminta pendapat dan persetujuan sebagaimana terkandung dalam prinsip FPIC (Free, Prior, Informed Concent).” pungkasnya.

Berikut, selengkapnya isi press release dari AMAN:

Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia

9 Agustus 2014

Tema: Menjembatani Kesenjangan: Melaksanakan Hak-hak Masyarakat Adat

Sub Tema: “Menjadikan Masyarakat Adat bagian dari Bangsa Indonesia”

Salam Nusantara,

Kembali dunia memperingati Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS) yang jatuh pada hari ini 9 Agustus 2014 dan merupakan tahun ke-20 sejak pertama kali diperingati pada tahun 1995, tahun yang sama ketika dimulainya Dekade Internasional untuk Masyarakat Adat. Dua dekade telah berlalu dan thema HIMAS tahun ini adalah Menjembatani Kesenjangan: Melaksanakan Hak-hak Masyarakat Adat. Tema ini merupakan simbol dari komitmen negara-negara anggota PBB untuk mengakui dan memenuhi hak-hak Masyarakat Adat.  Kita bisa mencatat bahwa dalam dua dekade terakhir setidaknya telah ada beberapa langkah-langkah Pemerintah Indonesia terkait pengakuan hak-hak Masyarakat Adat. 

Perlu kita catat bahwa Presiden Abdulrahman Wahid alias Gus Dur  dan Presiden SBY dan yang secara terbuka di tengah publik memperbincangkan persoalan Masyarakat Adat. Gus Dur melakukannya pada saat Konferensi Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam pada bulan Mei 2000 di Hotel Indonesia Jakarta. Sementara SBY melakukannya pada peringatan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia 9 Agustus 2006 yang diselenggarakan oleh Komnas HAM RI di Taman Mini Indonesia Indah. Presiden SBY mengakui keberadaan Masyarakat Adat di Indonesia, yang masih menjadi korban proyek‐proyek pembangunan. SBY juga menyatakan komitmennya untuk memajukan hak‐hak Masyarakat Adat di Indonesia. SBY menyatakan tentang perlunya UU untuk mengakui dan melindungi hak-hak Masyarakat Adat.

Di bawah kepemimpinan SBY, Pemerintah Indonesia telah turut serta secara aktif membangun standar internasional dalam isu HAM maupun dalam isu pembangunan berkelanjutan. Antara lain melingkupi isu Masyarakat Adat, serta yang terpenting adalah ratifikasi Konvensi PBB tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial (UN CERD) dan Konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati (UN CBD). Dukungan Pemerintah Indonesia dalam pengesahan Deklarasi PBB tentang Hak‐Hak Masyarakat Adat (UN DRIP) tak kalah pentingnya.  Kemajuan tersebut terjadi pada masa Pemerintahan SBY- Jusuf Kalla’ tahun 2004-2009.

Komitmen Pemerintah Indonesia melanjutkan reformasi hukum nasional dalam memulihkan hak‐hak konstitusional Masyarakat Adat telah dituangkan dalam Program Legislasi Nasional (PROLEGNAS) 2010‐2014 yang di dalamnya mengagendakan RUU tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak‐hak Masyarakat Adat dan RUU revisi UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Pada periode SBY - Boediono selama 4,5 tahun ini, SBY mengalami kemunduran yang luar biasa dalam urusan Masyarakat Adat ini. Presiden SBY kembali berjanji di hadapan publik nasional dalam sesi Internasional Tropical Forest Alliance (TFA) 2020 di Hotel Shangri-la, (Juni 2013) untuk melaksanakan Putusan MK No. 35/PUU-X/2012 tentang "Hutan Adat bukan Hutan Negara" dengan memimpin sendiri pendaftaran dan pengakuan terhadap wilayah-wilayah adat. Belum ada tanda-tanda bahwa janji ini akan dikabulkan, akan tetapi pengesahan RUU Masyarakat Adat dan keluarnya INPRES Percepatan Pengakuan Keberadaan Masyarakat Adat dan Wilayah Adatnya ini masih mungkin terjadi.

Namun demikian, pembahasan RUU Masyarakat Adat di DPR RI mengalami perlambatan dan terancam macet karena SBY tidak jitu menunjuk perwakilan Pemerintah dalam pembahasan RUU ini bersama DPR RI, khususnya dalam penunjukan Menteri Kehutanan sebagai koordinatornya.

Salah satu sumber penjajahan dan penderitaan berkepanjangan bagi Masyarakat Adat sumbernya adalah UU Pokok Kehutanan No. 5 Tahun 1967 yang dilanjutkan dengan UU Kehutanan No. 41 Tahun 1999 telah merampas 80% tanah-tanah di wilayah adat menjadi hutan negara. Masyarakat Adat bersama DPR RI berhadapan langsung dengan Kementerian Kehutanan dalam pembuatan UU yang mengatur pengakuan dan perlindungan hak-hak konstitusional Masyarakat Adat merupakan "blunder" yang sulit diterima akal sehat dan sungguh mengecewakan. Putusan MK No 35 yang mengakui hak-hak konstitusional Masyarakat Adat atas tanah, wilayah dan sumberdaya alam sama sekali tidak diindahkan dalam penyusunan dan pembahasan RUU Masyarakat Adat.

Tahun ini merupakan catatan tersendiri bagi Masyarakat Adat, dimana pada Pilpres kali ini AMAN secara resmi mendukung Joko Widodo dan Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden periode 2014-2019. Adalah perjalanan panjang Masyarakat Adat untuk sampai pada pilihan politik penting tersebut, mulai dari  penerimaan aspirasi, usulan bakal calon dari pengurus wilayah dan daerah, pemeriksaan di basis-basis organisasi sampai pada penilaian visi, misi dan program kerja seluruh bakal calon presiden, berkenalan dan berdialog dialog dengan salah satu bakal calon presiden, lalu bermusyawarah-mufakat untuk merumuskan keputusan akhir.

AMAN secara seksama mempertimbangkan rekam jejak masa lalu, kinerja masa kini dan visi masa untuk Masyarakat Adat Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Bermartabat. Masa lalu yang lebih bersih, kinerja yang lebih baik. Visi masa depan calon presiden yang sejalan dengan visi dan misi perjuangan AMAN selama ini, kita temukan dalam sosok Joko Widodo.

Pilihan Masyarakat Adat terhadap Jokowi-JK, tentu tidak terlepas dari pengalaman langsung dalam memperjuangkan pengakuan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak Masyarakat Adat dan pengamatan kita secara lebih luas terhadap proses dan hasil penyelenggaraan Negara selama periode pemerintahan Jend. (Pur) DR. H. Susilo Bambang Yudoyono dan Prof. DR. Boediono (SBY-Boediono) tahun 2009-2014 yang akan lagi berakhir. 

Kalau produk hukum yang penting bagi Masyarakat Adat tidak juga keluar pada masa akhir pemerintahan SBY-Boediono maka agenda ini harus menjadi  prioritas pasangan Jokowi-JK. Mudah-mudahan pasangan Jokowi-JK tidak mengingkari janjinya setelah menjadi Presiden dan Wakil Presiden.

Presiden dan Wakil Presiden terpilih harus melanjutkan Kebijakan Satu Peta (One Map Policy), moratorium izin baru di kawasan hutan, Nota Kesepakatan Bersama (NKB) 12 Kementerian dan Lembaga Negara yang diprakarsai dan dimotori oleh KPK - UKP4.

Pengembangan ekonomi kreatif berbasis keragaman budaya, ekonomi hijau dan REDD+ ala/ berbasis Masyarakat Adat. Ada juga program pemerintah yang harus dikaji ulang, direvisi atau bahkan harus dihentikan antara lain: Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), sebagai perluasan pembangunan ekonomi nasional bertumpu pada hutang luar negeri dan modal asing, di mana penetapan Master Plan dalam memilih wilayah tertentu dengan kekayaan sumberdayanya itu dilakukan secara sepihak. Masyarakat (Adat) tidak pernah diminta pendapat dan persetujuan sebagaimana terkandung dalam prinsip FPIC (Free, Prior, Informed Concent).

Thema HIMAS tahun ini tidak terlepas dari penyelenggaraan Konferensi Dunia tentang Masyarakat Adat (WCIP – World Conference on Indigenous Peoples) yang akan dilaksanakan oleh Sidang Umum Perserikatan Bangsa-bangsa/PBB di Markas Besar PBB pada tanggal 22-23 September 2014. WCIP ini bertujuan untuk melihat kembali situasi dan pemenuhan hak-hak Masyarakat Adat di seluruh dunia serta mendengar berbagai praktek-praktek baik oleh negara-negara anggota PBB terkait Masyarakat Adat. Pada hari yang sama delapan tahun lalu Presiden SBY berjanji kepada Masyarakat Adat dan WCIP ini adalah kesempatan yang tepat bagi SBY untuk menyampaikan beberapa kemajuan yang sudah terjadi di Indonesia di hadapan Sidang Umum PBB.

Ada sedikit kemajuan pada reformasi hukum sehubungan dengan pengakuan dan pelindungan atas hak‐hak Masyarakat Adat, walaupun masih bersifat parsial dan sektoral, sehingga belum cukup untuk menjamin pertumbuhan serta berkembangnya partisipasi Masyarakat Adat yang efektif sebagai upaya membangunan kebangsaan, perdamaian dan pembangunan ekonomi nasional. 

Saat ini, ancaman terhadap Masyarakat Adat masih akan besar dan tantangan gerakan Masyarakat Adat di nusantara juga akan tetap banyak. Ini merupakan tantangan sekaligus kesempatan bagi Joko Widodo dan Jusuf Kalla untuk memulihkan martabat Masyarakat Adat dengan melaksanakan 6 point janji mereka kepada Masyarakat Adat yang tertuang dalam Visi Misi Capres/Cawapres Jokowi-JK. 

Mari terus merapatkan barisan, berjuang bersama dengan ketekunan, memastikan pengakuan dan pelaksanaan hak-hak Masyarakat Adat.

Jakarta, 9 Agustus 2014

Abdon Nababan,
Sekretaris Jendral Aliansi Masyarakat Adat Nusantara(AMAN)

Sumber: http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2014/08/09/212456/Hari-Internasional-Masyarakat-Adat-Sedunia dan press release AMAN

Sumber gambar: https://encrypted-tbn1.gstatic.com
***

Kamis, 26 Juni 2014

AMAN Kalteng Tingkatkan Kapasitas di KUBAR

AMAN KALTENG
Suara alat musik pukul katambung, kangkanong dan doa dari pemuka adat Dayak Kalimantan Timur secara pelan namun pasti membuka rangkaian acara pelatihan ‘Program Peningkatan Tata Kelola Bagi Keberlanjutan Mata Pencaharian Komunitas Adat di Sekitar Hutan’. Usai pembacaan doa, kemudian  di lanjutkan dengan tampung tawar, gigit ujung pisau, mengoleskan putih telur, mengoleskan darah ayam, kapur kuning dan tabur beras. *)

Di hari Jumat (23/5) sejak pukul 10 pagi kegiatan di buka oleh Pengurus Daerah (PD) Sendawar sebagai tuan rumah dengan mengadakan ritual pembersihan supaya terhindar  dari malapetaka atau hal - hal yang tidak di inginkan yang di bawa oleh Galoi sebagai pemadu adat dan kepala adat kampung Mapan.

Pak Galoi tidak sendiri, ia  didukung     oleh Syukur,Ketua BPH AMAN Kutai Barat dan Patmah, Ketua Perempuan Adat, keduanya juga dibantu Madrah sebagai salah satu pendukung acara ritual.

Kegiatan yang dipusatkan di kampung Linggan  Mapan kecamatan Linggang Bigung kabupaten Kutai Barat (Kubar) provinsi  Kalimantan Timur ini di ikuti 45 peserta yang berasal dari semua provinsi yang ada di pulau Kalimantan.

Selama 3  hari, dari tanggal 23 – 25 Mei 2014 lalu peserta di ajak untuk  melihat potensi yang ada di komunitas untuk mengembangkan sumber daya ekonomi yang ramah lingkungan dan berdampak bagi kemajuan masyarakat adat.

Setelah melakukan ritual adat didepan aula pertemuan, yang tidak jauh dari lingkungan UPT SMP Negeri 34 Sendawar, kecamatan Linggang Bigung. Selanjutnya, panitia meminta peserta untuk masuk dan dilanjutkan pada acara pembukaan, dimulai kata sambutan dari Harianto, Ketua DAMANDA AMAN Kaltim dan sekaligus membuka kegiatan.

Atas nama Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (PB AMAN),  Mirza Indra dari Tim SICoLIFe yang di berikan mandat oleh sekjen AMAN, turut memberikan sambutan singkat dan memberikan gambaran terkait materi SICoLIFe. Ia mengatakan selama proses pelatihan ini peserta akan belajar untuk memahami dan berdiskusi sehingga di targetkan 360 orang untuk se-Indonesia,  138 kader perempuan dan sekitar 600 orang masyarakat hingga sampai 15 Februari 2015.

Di hari pertama ini usai sholat Jumat yang digabungkan dengan istirahat siang, acara dilanjutkan dengan  review hasil ToT Nasional yang telah dilakukan di Sukabumi, Jawa Barat. Review ini di pandu Asmui dan Muhamad Muslich dari Tim SICoLIFe. Materi ini berkaitan pada pendekatan perencanaan pengelolaan sumber daya hutan dan pemanfaatan skema pembayaran layanan ekosistem di wilayah hutan adat.

Dari hasi review terungkap bahwa tujuan dari rangkaian pelatihan ini adalah adanya prinsip-prinsip yang sama dalam pengelolaan hutan, munculnya rekomendasi potensi sumber daya hutan, adanya pemahamaman terkait mekanisme, siapa saja yang dapat menjadi teman dan dapat mendokumentasikan praktek-praktek terbaik. Terungkap juga bahwa ada 4 hal yang sangat prioritas terhadap masyarakat adat yaitu pangan, air, energi dan mata pencarian masyarakata adat itu sendiri.

Untuk merpertajam pemahaman peserta dari sisi pengalaman, Paran dari Kaltim menceritakan pengelolaan hutan yang telah dilakukannya, yaitu upaya perlindungan dan  pengelolaan kawasan lindung hutan gunung Eno/ danau Aco. Setelah itu, pada topik 2 yang berjudul pengelolaan Sumber Daya Hutan (SDH) adat berkelanjutan, peserta di berikan materi bagaimana mengelola hutan yang baik. Perlunya perencanaan pengelolaan SDH  ini mengacu pada Putusan MK.35, adanya kebutuhan perencanaan pengembangan & pembangunan wilayah adat, perlunya menjawab tantangan & peluang perkembangan ekonomi, sosial, dan lingkungan serta untuk mempercepat pengakuan wilayah adat.

Di malam harinya peserta di ajak untuk berdiskusi dan bertukar pengalaman mengenai apa itu pembayaran layanan lingkungan, juga memperdalam topik 3 yang berjudul pemanfaatan skema pembayaran layanan ekosistem. Tantangan dalam melakukan Pembayaran Layanan Ekosistem (PES)  dan strategi untuk mendapatkan PES juga dikupas di malam pertama ini.

Karena penting dan strategisnya landasan hukum dari keputusan MK 35/ 2012, di hari kedua, Sabtu (24/05), sejak pukul 9 pagi peseta diajak kembali mendalami Keputusan MK NO.35/PUU-X/2012 mengenai hutan adat. Diselingi dengan rehat pagi, siang dan sore berturut-turut di hari kedua dilanjutkan oleh Candra yang membawakan materi Apa Yang Di Maksud Dengan Peta?.

Kemudian, identifikasi potensi pengembangan ekonomi di masyarakat di sampaikan oleh Pipi. Ia menjelaskan bahwa identifikasi ini memenuhi syarat yaitu anggota AMAN dan telah melakukan pemetaan partisipatif, adanya Identifikasi produk masyarakat adat (PROMA). Pendalaman materi ini dibawakan dengan metode diskusi kelompok.

Pertemuan yang diikuti oleh semua region Kalimantan ini juga di isi dengan ToT ( Trainer of Training ) Region Kalimantan terkait Pengelolaan Sumber Daya Hutan dan Pemanfaatan Skema Pembayaran Layanan Ekosistem (PES) di Kawasan Hutan Adat.

Dari materi TOT ini membahas tahapan pengelolaan sumber daya hutan berkelanjutan di wilayah hutan adat. Syarat-syarat yang harus dilewati yaitu, adanya kepastian wilayah dan kelola serta adanya pengelola wilayah tersebut. Dalam hal arah pengelolan sumber daya hutan di tujukan bagi terpeliharanya keberlangsungan fungsi hutan, yaitu kelestarian ekologis, kelestarian ekonomi (produksi), kelestarian sosial-budaya dan tidak dibatasi jangka waktu pengelola.

Menjelang usainya hari kedua, peserta diajak untuk mendalami topik 3 yang berkaitan dengan pemanfaatan skema pembayaran layanan ekosistem. Di hari ke-3 peserta diajak untuk melihat secara langsung jasa lingkungan yang dikelola oleh masyarakat adat Dayak Kaltim di Kawasan objek wisata Jantur Mapan Sendawar Kota BERADAT dan ke Gua Maria Bunda Penebus Linggang Mapan, Kalimantan Timur.

3 orang utusan dari AMAN Kalteng mengikuti rangkaian acara ini dengan aktif, yaitu Abdul Rahman, Ahmad Frisandy dan Yester  Dunal. Ketiganya mewakili komunitas Mintin, Maanyan dan Tumbang Bahanei. Adapun asal komunitas yang terlibat adalah dari Kaltim mencakup, Modang,  Kutai,  Rantaunu,  Jumen Tuayan, Benuaq Idan Pesing, Benuaq Ohonkng,  Paser,  Punan, Tementang, Tonyoy. Dari Komunitas Kalbar mencakup, Dayak Hibutn, Dayak Kualatn serta dari Komunitas Kalsel diwakili Dayak Meratus.

Sumber tulisan: notulensi kegiatan; sumber foto: dokumentasi AMAN Kalteng.
*) penamaan alat dan bahan ritual adat, berdasarkan sebutan dari adat Dayak Kalimantan Tengah.

***

Minggu, 15 Juni 2014

AMAN Kalteng dukung Jokowi-JK

AMAN KALTENG
Palangka Raya- Pengurus Wilayah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalteng, mendeklarasikan dukungannya kepada Jokowi-JK (JKW-JK). Alasannya, visi dan misi yang dibuat JKW-JK yang berjanji akan melindungi dan memajukan hak-hak Masyarakat Adat. Deklarasi dilakukan di sekretariat AMAN jalan Taurus I no. 240 pada Rabu (12/6).

Ketua PW AMAN Kalteng, Simpun Sampurna, mengatakan, pihaknya sebagai pengurus provinsi ditambah pengurus 14 kabupaten/ kota, akan mengusahakan suara sebanyak mungkin yang berasal dari suara Masyarakat Adat, yang menginginkan hak-hah adatnya kembali untuk memenangan JOKOW-JK pada 9 Juli 2014.

“Deklarasi AMAN berbunyi, semenit menentukan lima tahun. Jangan salah pilih, karena arah pembangunan bangsa, hanya terngantung pada presiden. Kebijakan yang ditimbulkan akan berpengaruh terhadap ruang kehidupan kita semua”, ujar Simpun Sampurna kepada Kalteng Pos, Kamis (12/6).

Yohanes Taka juru bicara (jubir) AMAN , menjelaskan, deklrasi yang dilakukan merupakan bukti nyata dan komitmen Masyarakat Adat untuk mendukung calon presidennya yang peduli dan ingin melindungi hak-hak  Masyarakat Adat. Dia mengharapkan, selama proses pilpres ini agar semua orang yang terlibat di dalamnya bersama-sama menjaga ketertiban dan keamanan.

“Harapan besar kami, siapapun yang akan terpilih menjadi presiden nanti untuk memimpin lima tahun ke depan tidak ada kerusuhan karena kita ingin merasakan ketertiban, keamanan dan kedamaian,” tambah Yohanes Taka.

Sumber: http://kaltengpos.web.id/berita/detail/8129/aman-kalteng-dukung-jokowi-jk.html

Rabu, 28 Mei 2014

Financial Training Pengurus Wilayah AMAN Kalteng

AMAN KALTENG
Bertempat di Aula Training Center REDD+ Palangka Raya, pelatihan keuangan (Financial Training) bagi pengurus wilayah AMAN Kalteng di selenggarakan. Pelatihan yang berlangsung selama 2 hari ini (24-25/5) lalu difasilitasi oleh biro keuangan AMAN Kalteng.

Lebih dari 10 peserta mengikuti sesi pelatihan yang berlangsung sejak pukul 8 pagi hingga 5 sore. Hanya ada 5 Pengurus Daerah (PD) yang  dapat hadir, yaitu Murung Raya, Kotawaringin Timur, Gunung Mas, Pulang Pisau dan Palangka Raya.

Keterwakilan perempuan cukup minim dalam pelatihan kali ini. Terpantau hanya 2 perempuan yang mengikuti. Pertama, Rini, dari utusan perempuan AMAN Kalteng dan Evi dari utusan dari AMAN kota Palangka Raya.

Materi yang disampaikan Titan mencakup teori dalam pembukuan dan pelaporan keuangan hingga simulasi dalam pembuatan laporan keuangan kegiatan yang telah dilakukan selama ini. Pada hari pertama Titan menyampaikan akuntansi dasar, siklus akuntansi, dan konsep double entry system. Dilanjutkan materi berikutnya yaitu  system laporan keuangan PSAK 45 (transaksi dan pencatatan pengelompokan dan kode perkiraan, jurnal dan buku besar, neraca saldo, laporan aktivitas dan laporan posisi keuangan).

Sedangkan pada hari kedua, peserta  memperdalam laporan keuangan dan mengulang kembali proses perhitungan pada excel. Peserta di ajak langsung oleh fasilitator mengisi tabel dan format pengisian laporan keuangan yang telah disiapkan sebelumnya.

Diakhir pelatihan Nisil menyampaikan kesan dan pesan setelah mendapatkan materi. Ia mengungkapkan terima kasih atas pelaksanaan pelatihan selama 2 hari ini. “Semoga apa yang kita pelajari selama 2 hari ini dapat di bagikan ke kawan-kawan di daerah masing-masing,” harapnya.

Senada dengan Nisil, Evi dari PD Kota Palangka Raya mengungkapkan rasa senangnya setelah mengkuti pelatihan dan mendapatkan ilmu. “Ilmu yang diberikan sangat bermanfaat bagi saya sendiri. Selain untuk membantu perkerjaan AMAN, ilmu ini juga membantu pekerjaan saya di bidang lain,” kata Evi.

Sedangkan peserta dari Murung Raya, Bakti berharap PW AMAN dapat memperhatikan organisasi AMAN di Murung Raya, karena selama ini berjalan dengan menggunakan dana hibah.

Terkait hasil pelatihan, Titan sebagai fasilitator menilai daya serap peserta cukup baik. “Saya menilai lebih dari 60% peserta dapat menyerap materi dengan baik,” ungkap Titan kepada penulis, di sekretariat AMAN Kalteng usai melakukan kegiatan. Ia berharap hasil dari pelatihan ini para peserta dapat menerapkannya di pengurus daerah di masing-masing wilayahnya.

Sumber Foto: Dokumen AMAN Kalteng

Sabtu, 24 Mei 2014

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Dukung Jokowi, Ini Alasannya

AMAN KALTENG
JAKARTA, KOMPAS.com — Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) secara resmi mendukung pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam pemilihan presiden 9 Juli mendatang. Sekretaris Jenderal AMAN Abdon Nababan menyebutkan, Jokowi dinilai sebagai capres yang bersih.

"Sebelum memutuskan mendukung Jokowi-JK, prosesnya panjang. Kami membuat pengkajian," kata Abdon saat deklarasi AMAN dukung Jokowi di Hotel Ibis, Jakarta, Jumat (23/5/2014).

Abdon mengaku telah mengundang Jokowi secara khusus pada tanggal 2 Mei 2014 silam. Alasannya adalah karena Jokowi dinilai paling misterius dari seluruh capres. Jokowi tidak banyak muncul di media terkait kontroversi dengan masyarakat adat. "Jokowi cukup bersih. Yang lain punya hal-hal yang dipertanyakan," ujarnya.

Abdon juga menyebutkan, AMAN sudah membulatkan tekad dan menyatakan posisi mendukung Jokowi-JK. Risiko pun sudah dipertimbangkan. "Masyarakat adat, kalo urusan kalah, sudah biasa. Kalah berjuang lagi sampai menang. Saat ini kami mempersiapkan diri untuk menang," sebutnya.

Acara deklarasi ini dihadiri oleh perwakilan regional Sorong, Papua, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, dan Jawa. Mereka hadir dengan berpakaian adat dari masing-masing daerah. Selain itu, turut hadir pula Presidium Seknas Jokowi, Sidharta Danusubroto, dan perwakilan dari Serikat Tani.

sumber: http://nasional.kompas.com/read/2014/05/23/1218537/Aliansi.Masyarat.Adat.Nusantara.Dukung.Jokowi.Ini.Alasannya

Minggu, 20 April 2014

AMAN Kalteng Belajar

AMAN KALTENG
Diskusi Internal
Memasuki bulan April 2014, penggiat AMAN Kalteng banyak melakukan kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM). Ada 3 kegiatan yang bersifat internal dan eksternal.

Pada diskusi internal, dilakukan di sekretariat jalan Taurus I nomor 240 Palangka Raya. Tujuan diskusi ini sebagai persiapan melakukan lokakarya pemetaan wilayah adat di tingkat kabupaten Gunung Mas dan di tingkat propinsi Kalteng.

Sebagai pemandu diskusi dibagi menjadi 3 orang yaitu, Simpun Sampurna mengajak peserta memahami peraturan dan perundang-undangan pemetaan dari Masyarakat Adat (MA). Sesi ini dibawakan pada Sabtu, 12 April 2014.

Pada hari berikutnya Minggu, 13 April 2014, sesi proses digitalisasi peta wilayah adat Tumbang Baringei di bawakan oleh Pebriadi, yang sudah pernah  mengikuti pelatihan pemetaan GIS dari PT. Serasi Kelola Alam (SEKALA).

Masih berkaitan dengan undang-undang, A.G Rinting membawakan sesi tekait Undang-Undang Desa pada  Senin, 14 April 2014. Acara ini diikuti hampir semua penggiat AMAN Kalteng yang berjumlah tidak kurang dari 7 orang dari pukul 7 malam sampai selesai (baca dini hari).

Sebagai salah seorang peserta diskusi, Restu mengatakan, mendapatkan pemahaman yang menarik terkait Undang-Undang Desa. “Dari digitasi peta hal yang paling berkesan bagi saya karena ini berkaitan dengan pembuatan peta yang telah dilakukan Masyarakat Adat,” ungkap pria yang saat ini dipercaya sebagai biro sekretariat AMAN Kalteng.

Pelatihan Jurnalistik
Di awal bulan April ini juga 2 penggiat AMAN Kalteng terlibat aktif dalam pelatihan jurnalistik investigatif. Kegiatan ini dilaksanakan pada 5-7 April 2014. Restu dan Sandry dari AMAN mengikuti pelatihan ini ruang pertemuan hotel Aquarius Palangka Raya dari pukul 8 pagi hingga 5 sore.

Dari TOR kegiatan yang di sampaikan kepada penulis, pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas monitoring masyarakat sipil terhadap usaha berbasis hutan dan lahan di Kalimantan Tengah. Sedangkan hasil yang diharapkan setelah proses 3 hari adalah peserta memiliki kemampuan menulis laporan investigatif yang memenuhi prinsip dan panduan jurnalisme investigatif dan membangun jejaring fungsional masyarakat sipil memantau praktek kepengurusan sumber daya alam Kalimantan Tengah.

“Saya mendapatkan pemahaman baru mengenai dunia jurnalistik, dan kami beruntung dapat melakukan praktek langsung membuat tulisan dari pelatihan 3 hari ini,” ungkap Restu kepada penulis. Ia menambahkan setelah pelatihan ini akan dibuat sebuah forum untuk melakukan komunikasi ke depan dan semakin memperdalam ilmu-ilmu yang telah didapatkan. Menurut Restu,tidak kurang dari 25 orang mengikuti kegiatan ini, termasuk 8 orang penggiat perempuan dari NGO dan masyarakat sipil di kota Palangka Raya.

Sebagai fasilitator pelatihan, Fajar Sandhika dan Syahrul Fitra dari Silvagama. Sedangkan untuk nara sumber dari kalangan ‘kuli tinta’, Bagja Hidayat dan Agoeng Wijaya, keduanya dari majalah Tempo. Turut membantu Timer Manurung dari Silvagama, TIM IMH dan NKB 12 K/L.

Kuliah Umum di UNPAR
“AMAN Kalteng  sudah melakukan pemetaan wilayah adat, dan ini dapat dilakukan untuk belajar bersama”. Itulah ungkapan yang disampaikan oleh Herwin Joni, ketua Jurusan Kehutanan FP UNPAR pada acara kuliah umum yang dilaksanakan pada 19 April 2014 di aula Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya.

Sebagai salah satu pemateri AMAN Kalteng dipercaya untuk berbagi  pengalaman dan pembelajaran dari Masyarakat Adat di Kalteng yang di bawakan langsung oleh Simpun Sampurna sebagai Ketua BPH AMAN Wilayah Kalteng. Salah satu pernyataannya Simpun mengatakan bahwa perubahan pola pikir setelah keputusan MK terhadap hutan harus dilakukan ini sebagai upaya untuk merekonstruksikan kembali dari Masyarkat Adat (MA) selama 70 tahun.

Dalam kuliah umum untuk memperingati hari bumi tahun 2014, AMAN tidak sendiri, materi berikutnya di bawakan perwakilan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalteng dan World Wildlife Fun (WWF) Kalteng.

Kuliah umum yang bertema “Lestarikan Bumi Berawal dari Hijaukan Kampus, One Man One Tree” dimulai pada pukul pagi hingga 11.30 siang. Terpantau lebih dari 35 mahasiswa ikut hadir dalam kuliah ini.

Sumber foto: Dokumen Aman Kalteng; http://3.bp.blogspot.com; http://www.stol.it

Selasa, 18 Maret 2014

AMAN Kalteng Lakukan Aksi KMAN-15

AMAN KALTENG
“Kami tidak meminta lebih, tapi kami tidak mau dikurangi,” itulah teriakan yang dilakukan oleh sejumlah masyarakat adat. Berikatkan pita merah di kepala, membawa bendera AMAN Kalteng, Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN), PEREMPUAN AMAN melakukan aksi damai pada Senin (17/3).

Aksi ini dimulai dari jalan Yos Sudarso berkonvoi menuju bundaran besar Palangka Raya. Tidak kurang dari 30 orang mengikuti aksi dan berpusat di halaman rumah jabatan gubernur Kalteng untuk melakukan orasi.
Setelah berkumpul di bundaran besar, peserta aksi bersama-sama menyanyikan lagu Indonesia Raya dan dilanjutkan orasi oleh ketua BPH AMAN wilayah Kalteng, Simpun Sampurna. Dalam orasinya Simpun mengatakan,  sejak awal berdiri tahun 1999, organisasi AMAN mencatat hingga saat ini masih banyak terjadi perampasan-perampasan tanah adat di seluruh Indonesia. Krimininalisasi terjadi akibat kebijakan yang tidak berpihak pada masyarakat adat.

“Pada momentum saat ini kami menyuarakan segera sahkan RUU pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat, keputusan MK 35 memberikan dampak yang luar biasa bagi masyarakat adat dan segera penuhi janji-janji dari pemerintah dan mendesak ini cepat di sahkan”, teriak Simpun. Ia juga menyuarakan bahwa di Kalteng di fokuskan untuk memetakan wilayah adat sebelum di petakan oleh orang lain.

Di kesempatan lain Yohanes Taka mengatakan mengacu pada keputusan MK, bahwa masyarakat adat diakui hutan adatnya dan dikeluarkan dari hutan negara, dengan ini maka AMAN menuntut untuk segera di sikapi.

Setelah Yohanes Taka berorasi, tidak ketinggalan dari BPAN, Kesyadi bersuara lantang. Ia mengatakan bahwa plangisasi adalah salah satu cara masyarakat adat untuk menunjukkan dirinya masih ada. “Kita semua di sini adalah bagian dari masyarakat adat. Orang tua kita dulu adalah masyarakat adat. Namun kenapa kebijakan tidak berpihak pada masyarakat  adat?,” tegas Kesyadi yang juga sebagai koordinator lapangan aksi.

Salah seorang kader perempuan AMAN, Yuni juga berorasi. Ia mengungkapkan bahwa perempuan adat juga berhak terlibat dalam pengambilan keputusan yang selayak-layaknya. Orasi dilanjutkan deputi umum dari AMAN Kalteng, A.G Rinting menceritakan bahwa 15 tahun yang lalu tidak kurang dari 400 kepala suku berkumpul di Jakarta dan menuntut negara untuk menyikapi keberadaan masyarakat adat. Bahkan sekarang negara telah menandatangani terkait UNDRIP (The United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples).

“ Kami mendesak supaya segera disahkan RUU Perlindungan Masyarakat Adat (PMA).  Perjuangan kita harus tetap berjalan, pengakuan terhadap masyarakat adat harus segera dilakukan. Kita tidak sendiri dan saat sekarang di 22 propinsi melakukan aksi yang sama,” teriak Rinting yang menggunakan lawung (baca ikat kepala) merah sembari mengacungkan bendera aman Kalteng.

Acara berlangsung dari pukul 9 pagi hingga 11 siang, setelah melakukan orasi, dan membagikan lembar press release kepada pengguna jalan yang melintasi tempat demo. Terpantau Sandy salah seorang aktivis AMAN Kalteng juga membagikan stiker peringatan hari masyarakat adat ke-15.

“Melalui momentum perayaan Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara yang ke-15, tiap tanggal 17 Maret, AMAN Kalimantan Tengah menyerukan dan berupaya untuk mendorong ketegasan pemerintah mewujudkan keberpihakannya kepada masyarakat adat agar tercapainya masyarakat adat yang berdaulat secara politik lewat jalan musyawarah dan mufakat, mandiri secara ekonomi dan tidak bergantung dengan pihak luar, bermartabat secara budaya dan tidak malu mengakui identitas budaya yang menjadi simbol kehidupan masyarakat adat khususnya masyarakat adat Dayak Kalimantan Tengah,” demikian salah satu isi press release  yang diterima penulis.

Sumber foto: Dokumen AMAN Kalteng
Sumber berita: Rokhmond Onasis; Biro Infokom AMAN Kalteng

Kamis, 13 Maret 2014

Pelatihan GIS

AMAN KALTENG
Bertempat di Rumah Aman Kalteng, jalan Taurus I No. 240 Palangka Raya, pelatihan Geographic Information System (GIS) dilaksanakan.  Selama 12 hari (5-18 Maret 2014) pelatihan difasilitasi oleh Eko dan Pram dari SEKALA. Walaupun kurang dari 10 orang kader AMAN yang terlibat, Pebri, Bandi, Abdul Sandy, Irawan, Jerry dan Adi tetap mengikutinya dengan serius.

PT. Serasi Kelola Alam (SEKALA) ini memiliki spesialisasi di bidang tata kelola (goverance), pemetaan partisipatif, perencanaan ruang, sistem informasi geografis (SIG) dan penginderaan jauh di Indonesia (http://www.sekala.net).

Penjajakan awal dilakukan oleh A.G Rinting, deputy umum AMAN Kalteng dan SEKALA menyambut baik sebagai upaya peningkatan kapasitas bagi kader AMAN Kalteng. Dari pukul 8 pagi hingga 5 sore peserta mengikuti penjelasan yang disampaikan oleh fasilitator. Supaya berjalan efektif setiap peserta di wajibkan menggunakan laptop yang mampu menjalankan program pemetaan.

Fasilitator mengajak peserta praktek dengan menggunakan program pemetaan secara khusus dan menggunakan jaringan internet. Sebagai media pembelajaran pemetaan yang telah dilakukan di komunitas Tumbang Bahanei di aplikasikan langsung pada pelatihan ini.

Semoga pelatihan ini bermanfaat dan aplikasinya dapat memperkuat hak-hak masyarakat adat.

Sumber foto: dokumen AMAN Kalteng.

Selasa, 04 Maret 2014

Pelatihan Kader Penggerak AMAN Kalteng

AMAN KALTENG
“Kader penggerak adalah kader yang akan melaksanakan tugas-tugas dan eksekusi di lapangan, karena itu pentingnya pelatihan ini bagi mereka untuk memulai kerja sebagai penggerak di komunitas,” tegas Simpun Sampurna dalam sambutannya membuka pelatihan kader penggerak Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Kalimantan Tengah pada 28 Februari – 2 Maret 2014 di Palangka Raya.

Pengurus Daerah AMAN Kalimantan Tengah beserta organisasi sayapnya Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) dan Perempuan AMAN terlibat sebagai peserta dalam pelatihan ini. Selama  3 hari  tersebut, peserta difasilitasi untuk memahami hubungan negara, modal, dan masyarakat adat, selanjutnya prinsip dan nilai perjuangan AMAN, pengorganisiran masyarakat adat, hingga bagaimana menggalang seluruh potensi (fundraising) yang ada di komunitas.

Dalam materi pengorganisiran masyarakat adat, Rinting menyampaikan “Para kader penggerak harus mampu membuat semua bentuk penindasan, pembodohan, dan pemiskinan terbuka senyata-nyatanya kepada masyarakat adat. Sehingga pada akhirnya masyarakat adat mampu melakukan tindakan-tindakan bersama untuk menghadapinya sesuai dengan keadaan mereka yang khas.”

“Pelatihan ini sangat bermanfaat untuk Badan Pekerja Harian (BPH) AMAN Daerah Pulang Pisau dalam rangka menciptakan kader-kader penggerak yang baru,” ucap Nisil Tuman, ketua BPH AMAN Daerah Pulang Pisau menyambut baik agenda ini.

Seakan tidak mau hanya tinggal diam dalam menindaklanjuti pelatihan, organisasi sayap AMAN seperti BPAN dan Perempuan AMAN  turut mengambil bagian. “Kami akan terus memberdayakan para pemuda adat di Kalimantan Tengah dengan membentuk BPAN di daerah hingga di tingkatan komunitas, sambil membangun kepercayaan diri kembali terhadap identitas asli di tengah arus globalisasi ini,” tegas Kesyadi, Ketua Wilayah BPAN Kalimantan Tengah.

“Setelah ini, kami Perempuan AMAN Barito Selatan akan berusaha untuk membuat kelompok usaha-usaha mandiri di komunitas,” tambah Ekatni, Koordinator Daerah Perempuan AMAN Barito Selatan.

Sebagai agenda lain yang tak kalah pentingnya dalam tindak lanjut pelatihan ini,  Pengurus Daerah AMAN dan Organisasi sayapnya akan bahu membahu dalam menggalang dukungan agar segera disahkannya RUU PPHMA dan Petisi Putusan MK 35. (pebri)

Sumber Tulisan: Pebriandi
Sumbr Foto: Dokumen AMAN Wil Kalteng

Pemprov Kalteng Buta Tuli Curhat Damang Dibalik Jeruji Besi Terkait PT BEK

AMAN KALTENG
PALANGKA RAYA - Curahan hati (curhat) Damang Kecamatan Teweh Timur Yustinus Syahran Rewa dari balik jeruji besi Polda Kaltim Balikpapan sungguh memilukan. Melalui surat yang dititipkan kepada mantan anggota GPDI Kalteng Bancai Kristian Erang ini menceritakan awal masuknya PT Bharinto Ekatama (BEK)  hingga terjadinya pencaplokan tata batas Kalteng.
 
Surat yang dicap basah Damang Teweh Timur itu, menyampaikan keluh kesah damang terkait hak-hak masyarakat Teweh Timur yang terancam hilang, yaitu berupa lahan hutan  sekitar 8.000 hektare (ha).
Dan dalam areal 8000 ha juga ada perusahan HPH yang beroperasi sejak 2006, yakni  PT Timberdana dengan mengatongi surat ijin RKT yang dikeluarkan Dinas Kehutanan Kaltim.  Anehnya pihak Pemprov Kalteng terkesan tutup mata.

“Kesimpulan kami, sebagai masyarakat adat, jika Pemprov Kalteng tidak peduli tentu dapat diartikan buta, tuli, tidur, ngangur, ngaur, bungur. Terkhususnya bagi pihak-pihak yang terkait soal perbatasan. Terutama oknum-oknum yang melakukan kesepakatan-kesepakatan, dan negosiasi untuk kepentingan pribadi,” tandasnya.

Kenapa ada pemasangan Hinting Pali di area PT BEK? Alasannya menurut Yustinus, berdasar perda Kalteng No 08 tahun 2003 tentang rencana tata ruang, serta SK Menhut No 529/Menhut-II/2012 tentang areal hutan di provinsi Kalteng seluas 15.300.000 ha yang mengacu pada perda No 08 tahun 2003.  Dimana areal PT BEK telah masuk wilayah Kalteng.

Yustinus dalam suratnya yang berjudul “Keberatan Damang Adat Teweh Timur” bercerita soal pemimpin adat diperbatasan Kalteng-Kaltim mewakili warga perbatasan.  Intinya, pihaknya dalam hal ini damang Teweh Timur keberatan terhadap  SK menhut No 621/menhut-II/2010, tertanggal 04 November 2010, tentang ijin pinjam pakai kawasan hutan unyuk PT BEK bekerja menambang batu bara dalam areal PKP2b seluas 571,10 ha yang rekomendasinya melalui Dinas Kehutanan Provinsi Kaltim.“Padahal kawasan hutan tersebut masuk dalam kawasan hutan Kalteng. Menurut kami seharusnya rekomendasi dikeluarkan dinas kehutanan Kalteng,” ucapnya.

Jadi jika ijin pinjam pakai tersebut melalui Kaltim, maka hak-hak masyarakat adat di kawasan hutan semuanya diambil oleh Kaltim yang seharusnya diterima masyarakat adat Kalteng (Teweh Timur, Red).
Dikemukakannya,  kordinasi kedua pemprov yang dilakukan sejak tahun 2006 belum mendapatkan persetujuan dari Menteri Dalam Negeri dan belum ada ketok palu pengesahannya di DPR RI.
Anehnya PT BEK sudah mengantongi ijin pinjam pakai kawasan dari Menhut SK no 621/Menhut-II/2010, seluas 600 ha.

Lebih aneh lagi, rekomendasinya melalui dinas kehutanan Provinsi  Kaltim, sedangkan berdasarkan perda provinsi Kalteng No 08 tahun 2003 serta SK  No 529/menhut-II/2012 kawasan tersebut mutlak masuk Kalteng.

 “Kami masyarakat adat yang berhak atas kawasan hutan itu secara tidak langsung sebagai pengemis di lumbung sendiri. Dimana  hak-hak otonomi seperti pemasukan dinikmati Kaltim, ironis memang. Padahal sejak 1957 tata batas kedua provinsi berjalan normal. (ono/*/al)

Sumber berita:  http://kaltengpos.web.id
Sumber gambar: http://bondosetyo.files.wordpress.com

Selasa, 18 Februari 2014

Catatan Kasus Konflik MA

AMAN KALTENG
Menginjak  pada tahun 2014 ada 7 catatan kasus yang sempat di dokumentasi oleh biro Advokasi dan EKOSOB AMAN Kalteng.  Menurut Yohanes Taka, dari Biro biro Advokasi dan EKOSOB AMAN Kalteng, lebih banyak kasus di dominasi oleh penyerobotan lahan yang dilakukan oleh perusahaan.

Berikut kami informasikan sengketa lahan yang dilakukan di wilayah Masyarakat Adat (MA) di masing-masing komunitas. Pengurus Daerah (PD) AMAN Barito Timur, melaporkan ada penyerobotan lahan karet Masyarakat Adat Janah Jari oleh PT. Sandabi Indah Lestari. Berikutnya PD AMAN Barito Utara melaporkan PT. Salamander Energy Bangkanai, Ltd melaporkan penyerobotan hutan adat Dayak Dusun Malang di Muara Pari, kecamatan Lahei.

Masih di Barito Utara. Ahmad Arbandi di kecamatan Lahei membentuk advokat Pembela Masyarakat Adat Kalteng dan Kalsel terkait kasus perbuatan tidak menyenangkan prosesnya sudah sampai membuat Jadwal Pertemuan.

Di kabupaten Gunung Mas, dilaporkan PT. Gemareksa melakukan penyerobotan lahan untuk dijadikan perkebunan Sawit. Kasus ini dilaporkan oleh PD AMAN Gunung Mas. Di PD AMAN Kota Palangka Raya melaporkan sudah melakukan pertemuan namun belum sampai tahap negosiasi PT. Global Langkat Jaya dengan komunitas Bereng Bengkel.

Sedangkan PD AMAN Barito Selatan, di wilayah komunitas Bundar melaporkan belum ada penyelesaian terkait pencemaran lingkungan akibat pembukaan HPH dan Batu Bara yang dilakukan oleh PT. Hasnur Group.

Dari wilayah PD AMAN Lamandau melakukan aksi demo yang diikuti 400 orang untuk menuntut lahan plasma dari PT. Graha  Citra Mulia aksi ini di koordinasi oleh  B.Isang dan Yosep.

Sumber foto: http://bitra.or.id

Jumat, 14 Februari 2014

Pemimpin Harus Bersikap Patriotik; Harry Tjan: Nilai Kebangsaan Digali dari Adat Kita

AMAN KALTENG
Jakarta, Kompas- Bangsa Indonesia membutuhkan pemimpin yang berani dan mau bersikap patriotik dalam menjaga dan mempraktikkan nilai-nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, serta menjunjung prinsip Bhineka Tunggal Ika.

“Kita tidak hanya butuh orang pintar dan berani berkuasa. Kepintaran untuk mengakali cara berkuasa, tidak hanya untuk kepentingan rakyat, justru akan menyeret bangsa pada potensi kehancuran,” kata Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas dalam Pitutur Kebangsaan dan Peluncuran Buku Sukardi Rinakit, Suara Tokoh Bangsa: Memompa Ban Kempes, di Jakarta Rabu (12/2).

Hadir memberikan komentar antara lain Soegeng Sarjadi, penulis buku sekaligus analis politik Soegeng Sarjadi Syndicate Sukardi Rinakit, Ketua Dewan Pembina Yayasan Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Harry Tjan Silalahi, pakar pertahanan pangan Frangky Welirang, serta Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Susilo Siswoutomo.

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo juga hadir pada penghujung acara dalam rangkaian peringatan ulang tahun ke-13 Soegeng Sarjadi Syndicate itu.

GKR Hemas mengungkapkan, keberagaman merupakan kekuatan jati diri bangsa dan Bhineka Tunggal Ika telah disepakati menjadi pedoman kehidupan UUD 1945 mewajibkan negara untuk menjamin kebebasan warga dalam menjalankan ibadah menurut agama dan kepercayaan. Namun, kita-kita mundur dalam mengelola keberagaman masyarakat.

Dalam Undang-Undang Administrasi Kependudukan Nomor 23 Tahun 2006, agama dan kepercayaan di luar enam agama resmi justru tidak diakui dan didiskriminasi. Padahal banyak agama lokal asli Nusantara yang masih hidup sampai kini seperti Sunda Wiwitan dan Kajawen di Jawa, Parmalin di Batak, Alu Tadalo di Toraja, Tolotang di Sulawesi Selatan, Boti di NTT dan Kaharingan di Kalimantan.

“Kita memerlukan pemimpin yang memahami dan mempraktekkan nilai-nilai idiologi Pancasila, tunduk dan taat konstitusi serta menjunjung Bhinneka Tunggal Ika dalam kerangka NKRI,” katanya.

Rumah Bersama

Harry Tjan Silalahi mengingatkan, para tokoh bangsa setuju untuk mendirikan Republik Indonesia secara naluriah sebagai rumah milik bersama. Dasar utamanya, Pancasila dan UUD 1945, yang saat itu belum tersosialisasikan dengan gencar. Seluruh komponen masyarakat, bahkan penguasa Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Sultan Hamengku Buwono IX, menyatakan menyatu dengan negara yang baru berdiri itu.

“Kita bangsa yang senang berbagi, menjunjung kemanusiaan yang adil dan beradab. Nilai-nilai kebangsaan itu digali dari adat kita. Namun, nilai-nilai itu sekarang diganggu. Ada keinginan untuk tidak mau berbagi dan pemenang (kompetisi politik) mengambil semua,”katanya.

Franky Welirang berharap, para pemimpin negara juga sungguh-sungguh menggali mimpi Indonesia sebagaimana disebutkan dalam Pembukaan UUD 1945 dan mewujudkannya. Laut sebagai wilayah utama dalam negara kepulauan harus dimanfaatkan untuk kebutuhan protein masyarakat.

Susilo Siswoutomo mengatakan, bangsa Indonesia perlu mempersiapkan ketahanan energi sesuai kebutuhan dan pertambahan jumlah penduduk dari tahun ke tahun.

Joko Widodo tidak memberikan sambutan.

Sumber: Harian Kompas; 13 Februari 2014; halaman 2.
Sumber Foto: http://folksofdayak.files.wordpress.com



Sabtu, 23 November 2013

AMAN Gelar Lokakarya

AMAN KALTENG
Palangka Raya, Rabu (20/11), di hotel Luwansa Jalan George Obos, Palangka Raya, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalteng berkerja sama dengan World Wide Fund for Nature (WWF) Kalteng menggelar lokakarya, menyongsong peluang dan tantangan  baru pasca terbitnya putusan MK No. 35/PUU-X/2012.

Lokakarya dihadiri lembaga-lembaga yang berkepentingan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat, dan juga para akademisi. Menurut ketua BPH AMAN Kalteng, Simpun Sampurna, ini untuk mengidentifikasi langkah-langkah yang bisa di tempuh dalam memperkuat pengakuan terhadap masyarakat hukum adat.

“Kita mengharapkan adanya langkah-langkah yang dapat dilaksanakan nantinya guna mendapatkan dan menguatkan pengakuan terhadap masyarakat hukum adat serta wilayah yang dikelolanya, khususknya di Kalteng ini. Dalam hal ini AMAN siap memperjuangkan tentang masa depan pengelolaan wilayah masyarakat hukum adat di Kalteng setelah keluarnya keputusan MK ini,” kata Simpun.

Lokakarya yang bertajuk fakta kontekstual (qua vadis) hutan adat pasca putusan MK No. 35/PUU-X/2012 ini untuk mendesak pemerintah agar menjalankan putusan tersebut dan juga segera mengesahkan RUU PPHMA. Untuk wilayah Kalteng, kata Simpun, bisa dibilang sebagai etintas yang cukup kuat keberadaannya. Hal ini didukung beberapa aspek, antara lain keberadaan lembaga adat, seperti kedamangan secara formal sudah diakui dan diatur melalui peraturan daerah propinsi Kalteng. Sementara wilayah dan haknya di atur dalam peraturan Gubernur tahun 2009.

Masyarakat hukum adat di Kalteng telah mengenal berbagai bentuk pengelolaan wilayah. Ada beberapa variasi, namun secara umum diatur seperti lokasi pemukiman, tempat berusaha, tempat-tempat yang dikeramatkan untuk beragam keperluan dan oleh berbagai sebab, bekas tempat berladang dan bekas kampung.

Sumber: Harian Tabengan; Kamis, 21 Nopember 2013; halaman 11.
Sumber foto: dokumen AMAN Kalteng

MAPAS

AMAN KALTENG
Nyaki kuh tatap pai’ mu, akam icak muh panyakit kare bereng
Nyaki kuh baun atoi muh, angat atoimu sarongin, tau malaksana dengan atoi barasih
Nyaki kuh liko muh, nonga kakuatan utok
Nyaki kuh balo muh, akam nagkalau pikiran je panik


(Sebuah doa diucapkan Mantir Adat sembari menempelkan uang logam yang dilumuri darah ayam ke bagian tubuh mereka)

Pagi di hari pertama pelatihan, Enam piring diletakkan diatas tikar khusus yang terbuat dari rotan. Di dalam piring tersebut ada beras, buah pinang, bajakah tengan, uang logam, telur ayam dan manas (sejenis batu-batuan).

Ada juga daun sawang dan daun samba belum yang diikat jadi satu, gelas berisikan air putih yang didalamnya ada dedaunan yang telah diikat juga, seekor ayam kampung yang masih hidup.

Ritual pun dimulai. Secara bergantian, tiga mantir adat mengangkat ayam kampung ke atas kepala para fasilitator pelatihan sembari mengucapkan doa. Para fasilitator dipersilahkan menghadap ke Barat dulu atau yang sering disebut dengan Pombolup Ondou (Matahari Terbenam), untuk melepas semua hal yang tidak baik bersama dengan terbenamnya matahari, setelah itu menghadap ke Timur, sering disebut dengan Pombulum Ondou (Matahari Terbit), agar kehidupan kita selalu bercahaya seperti matahari yang bersinar sepanjang hari.

Setelah itu ayam kampung tersebut disembelih, kemudian darahnya dicucurkan ke dalam piring kosong. Darah itu akan menjelma menjadi air Kaharingan bolum yang akan menolak hal-hal tidak baik terbawa dari luar.

Darah yang menjelma itu ditempelkan ke  rambut, dahi, dada, dan kaki, melalui perantara sebuah uang logam yang diartikan sebagai sesuatu yang keras dan kuat untuk menguatkan roh. Setiap bagian tubuh tersebut diberikan wejangan yang berbeda-beda.

Ketika ditempelkan ke rambut, harapannya agar semua yang tidak baik lewat begitu saja seperti angin lewat diatas kepala. Di dahi, agar diberi kekuatan pikiran agar tidak mudah menyerah dalam  melakukan pekerjaan. Di depan dada, untuk menguatkan hati pada tujuan semula, walaupun berbagai rintangan dihadapi. Di kaki, agar kita bisa menginjak penyakit yang ada disekitar kita.

Segelas air putih yang telah diberi minyak kemudian dicipratkan ke seluruh bagian tubuh dengan perantara dedaunan yang telah dicelupkan pada air itu. Ini sering disebut dengan Tampung Tawar, gunanya untuk menenangkan diri  atau sering disebut dengan Manyarongin (Mendinginkan), sambil mengucapkan wejangan-wejangan.

Prosesi ritual yang terakhir ditutup dengan mengikatkan Manas bersama Bajakah Tengan di tangan kanan para fasilitator. Manas terbuat dari batu dan melambangkan sesuatu yang kuat, sulit untuk dihancurkan, Bajakah Tengan adalah akar merambat yang sulit sekali dipotong. Jadi prosesi ini bertujuan untuk mengikatkan kekuatan niat kita bersama perlindungan leluhur agar tidak mudah dikalahkan oleh sesuatu yang bertentangan dengan niat kita tersebut.

Manas tersebut diikatkan pada tangan kanan, karena tangan kanan dianggap sebagai bagian tubuh yang paling sering digunakan dalam  aktivitas kita sehari-hari. Sehingga setiap kita melakukan apapun, kita akan melihat manas tersebut, dan teringat akan niat kita yang kuat.

Komunitas Dayak Uut Danum Karetau Sarian percaya bahwa para Leluhur senantiasa bersama mereka untuk melindungi anak cucu dan wilayahnya. Sehingga apapun aktivitas yang dilaksanakan untuk kehidupan mereka dan wilayahnya, wajib meminta izin atau permisi pada Para Leluhur. Agar orang-orang yang melaksanakan aktivitas tersebut dilindungi dari segala hal yang tidak baik, dan aktivitas tersebut dapat membuahkan hasil yang berguna bagi kehidupan komunitas. Karena itu ritual ini disebut dengan “Mapas”, yang artinya Menolak Bala

Selain itu, ritual ini juga adalah ucapan selamat datang sekaligus memberitahukan bahwa”kalian telah memasuki wilayah adat kami, kalian akan dilindungi oleh Para Leluhur kami”.

Ritual adat membawa kita ke dalam sebuah kesadaran. Kita menjadi sadar bahwa selain manusia, ada alam disekitar dan kuasa yang lebih tinggi daripada kita, yaitu Para Leluhur dan Sang Pencipta. Itulah yang membuat kita selalu punya harapan, karena pekerjaan kita selaras dengan keharmonisasian alam serta penyertaan yang mahakuasa.

Inilah salah satu wujud relasi spiritual antara manusia, alam, dan sang pencipta. Relasi yang membuat masyarakat adat mempunyai kepekaan yang lebih pada diri sendiri, sesama, alam dan para leluhurnya.

Sebagai contoh kepekaan tersebut, masyarakat adat yang tinggal turun temurun di hutan adatnya, tidak akan sembarangan memanfaatkan hasil hutannya. Hasil hutan dinikmati secara bersama tanpa saling berebut hak. Perlunya mempertimbangkan keberlangsungan hutan jika mengambil hasil hutan, karena selain untuk kehidupan di masa mendatang, hutan juga mempunyai tempat-tempat sakral untuk menghubungkan masyarakat adat sekarang dengan para leluhurnya.

Kini tinggal bagaimana relasi spiritual itu, bukan hanya hadir pada momen tertentu saja. Tetapi menjadi bagian dari kehidupan dan berbangsa dan bernegara di negeri ini, karena pada dasarnya seluruh masyarakat di negeri ini lahir dari leluhur masyarakat adat dan dibesarkan oleh alam.

Sumber tulisan dan foto: Pebri