Sabtu, 27 Desember 2014

Catatan Akhir Tahun 2014 Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN)

Pertama, Indonesia menyelenggarakan dua pentas politik yaitu pemilihan anggota Legislatif dan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. 

Kedua, DPR RI periode 2009-2014 gagal mengundangkan RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat, melengkapi kegagalan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memenuhi janjinya kepada masyarakat adat; 

Ketiga masih maraknya kekerasan dan kriminalisasi masyarakat adat dan;

Keempat, Pelaksanaan Inkuiri Nasional oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tentang Hak-hak Masyarakat Adat dalam Kawasan Hutan.

2014 adalah Tahun  Politik

Saat ini Indonesia memiliki total 17.216 orang Anggota Legislatif baru yang tersebar di seluruh propinsi, daerah, kota dan pusat

Pemerintahan Baru Jokowi-JK dan Kabinet Kerja, Hal ini ditandai dengan Jokowi-Jusuf Kalla memasukkan 6 (enam) prioritas utama dalam rangka perlindungan dan pemajuan hak-hak masyarakat adat yang termuat dalam Nawa Cita

AMAN telah mengambil langkah-langkah proaktif dengan mengusulkan agenda-agenda yang harus dilakukan Pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla

AMAN mengucapkan selamat atas terbentuknya Kabinet Kerja dimana terdapat 20 Kementerian dan lembaga yang terkait langsung dengan urusan Masyarakat Adat

2014 adalah Tahun Pengingkaran

DPR RI Periode 2009-2014 Gagal Mengundangkan RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat. 

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Gagal memenuhi janji kepada masyarakat adat.

Model “desa adat” telah menghadirkan polemik yang berkisar pada pandangan empirik di lapangan di mana situasi masyarakat adat ternyata tak sesederhana yang dibayangkan

Permendagri 52/2014, inisiatif dari Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota masih lemah dan belum partisipatif

Komitmen SBY untuk melaksanakan Putusan MK No. 35/PUU-X/2012 tidak pernah terwujud.

2014 adalah Tahun Kekerasan

“Kekerasan demi Kekerasan, Kriminalisasi demi Kriminalisasi Terus Terjadi Tanpa Terbendung di Tengah Hukum yang Menjerat dan Berbelit-belit”

Berlanjutnya Kekerasan dan Kriminalisasi Masyarakat Adat

Masyarakat Adat korban kekerasan dan kriminalisasi negara yang dapat dicatat sepanjang tahun ini antara lain adalah:

Masyarakat Adat Semende Banding Agung di Kabupaten Kaur Provinsi Bengkulu.
Marga Tungkal Ulu di Kabupaten Musi Banyu Asin, Sumatera Selatan
Masyarakat Adat Turungan Baji’ di Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan 
Masyarakat adat Golo Lebo di Kabupaten Manggarai Timur
Masyarakat Adat Talang Mamak di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau
Masyarakat adat Tana Ai di Kabupaten Sikka, Flores-NTT
Masyarakat adat di Seko yang berhadapan dengan PT. Seko Power (PLTA)

Harapan Baru dari Pelosok Negri

Pembuatan Berbagai Kebijakan Terkait Masyarakat Adat

Pemerintah Daerah Kabupaten Bulukumba akhirnya menyerahkan draf Rancangan Peraturan Daerah tentang Masyarakat Adat Amatoa Kajang kepada DPRD Kabupaten Bulukumba untuk dibahas. 

Sebelumnya, Pemerintah Daerah Kabupaten Malinau telah pula mengesahkan dua Peraturan Daerah, pertama terkait dengan Kelembagaan Adat, dan kedua berkaitan dengan Perlindungan Lahan-Lahan Pertanian Potensial untuk Masyarakat Adat di Kabupaten Malinau. 

Di penghujung tahun 2014 ini, beberapa Kabupaten telah memasukkan Rancangan Peraturan Daerah tentang Masyarakat Adat ke dalam Program Legislasi Daerah untuk tahun 2015, antara lain:

Kabupaten Luwu di Sulawesi Selatan, 

Kabupaten Bulungan di Kalimantan Timur dan beberapa daerah lain. 

Meretas Langkah Awal Menuju Penyelesaian Konflik

Inkuiri Nasional oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia tentang Hak-Hak Masyarakat Adat dalam Kawasan Hutan

Jelas bahwa Komnas HAM ingin agar putusan MK 35/PUU-X/2014 dijalankan oleh pemerintah. 

Rekomendasi:

“Negara Harus Hadir dalam Wujud yang Budiman”

Presiden Ir. Joko Widodo sebagai Kepala Negara segera: 

Meminta maaf kepada masyarakat adat yang selama ini menjadi korban kekerasan dan kriminalisasi negara karena memperjuangkan hak-hak masyarakat adat atas tanah, wilayah dan sumberdaya alam.

Membebaskan semua anggota masyarakat adat dari penjara dan menghentikan proses pengadilan dan penyidikan atas masyarakat adat yang dikriminalisasi; semuanya tanpa syarat.


merealisasikan komitmennya kepada masyarakat adat dengan membentuk Unit Kerja Presiden untuk Urusan Masyarakat Adat.

memastikan bahwa rekomendasi hasil dari Rumah Transisi menjadi acuan dalam kebijakan dan program Kabinet Kerja

memulai proses penyelesaian masalah-masalah pelanggaran hak-hak masyarakat adat sesuai dengan temuan dan rekomendasi dari Inkuiri Nasional oleh Komnas HAM tentang Hakhak Masyarakat Adat dalam Kawasan Hutan.

Kabinet Kerja untuk memastikan kebijakan dan program yang dibuat memastikan terlaksananya komitmen Presiden Ir. Joko Widodo dan Wakil Presiden Muh. Jusuf Kalla yang tertuang dalam Nawa Cita.

DPR segera mengesahkan UU Masyarakat Adat sesuai aspirasi masyarakat adat yang telah disampaikan oleh AMAN kepada Pansus DPR.

Pemerintah Daerah untuk segera mengakui dan melindungi masyarakat adat dan hak-haknya melalui pembentukan Peraturan Daerah tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat, dan juga melalui pelaksanakan Peraturan Mentri Dalam Negri No. 52 tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) adalah organisasi kemasyarakatan (ORMAS) independen yang anggotanya terdiri dari komunitas-komunitas Masyarakat Adat dari berbagai pelosok Nusantara.

Saat ini anggota AMAN terdiri dari 2244 Komunitas Masyarakat Adat yang diurus dan dilayani oleh: 
Pengurus Besar (PB), 21 Pengurus WIlayah (PW) dan 101 Pengurus Daerah(PD).

AMAN memiliki tiga Organisasi Sayap yaitu:
Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN), Persekutuan Perempuan Adat AMAN (PEREMPUAN AMAN) dan Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN).

AMAN memiliki tiga Badan Otonom yaitu:
Koperasi  Produsen AMAN Mandiri, Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), Credit Union (CU) Randu

Sumber: paparan dari Abdon Nababan, Sekjen AMAN, akhir 2014.

AMAN KALTENG

Author & Editor

Berdaulat Mandiri Bermartabat - Exsist & Resist & Indigenize & Decolonize

0 Komentar:

Posting Komentar