Jumat, 09 Mei 2014

Hukum Adat Tumbang Bahanei

Dalam pendirian suatu negara ada tiga syarat yang harus dipenuhi. Pertama, harus ada rakyat sebagai warga negara. Kedua, harus ada wilayah sebagai tempat kedaulatan negara. Dan ketiga, ada aturan/ pemimpin yang mengatur wilayah dan rakyat sebagai warga negara.

Tidak jauh berbeda dari acuan di atas, masyarakat adat Indonesia disyaratkan keberadaannya dengan orang, wilayah dan aturan adat yang digunakan. Sehingga komponen itu menjadi tiga dalam satu, satu dalam tiga.

Baru-baru ini di bulan April 2014 ada lokakarya berjudul “Ikei Tege”. Kegiatan yang digagas oleh komunitas Tumbang Bahanei di dukung oleh AMAN wilayah Kalteng, Sekber REDD+, BLH propinsi Kalteng dan lainnya.

Berkaitan dengan wilayah kelola masyarakat adat Tumbang Bahanei tergambar dalam peta yang telah dibuat dengan proses lebih dari 1 tahun. Dimulai sejak tahun 2012 lalu hingga tahun 2014 ini akhirnya peta yang dibuat dengan teknologi GPS ini sudah rampung.

Sisi lain adalah aturan adat dalam komunitas ini juga dalam proses penyelesaian. Menurut Irawandi yang ditemui penulis pada awal Mei 2014 lalu, proses ini berjalan panjang karena masyarakat ingin membuat secara tertulis kondisi yang nyata di kehidupan komunitas Tumbang Bahanei.

Draft peraturan Masyarakat Hukum Adat Tumbang Bahanei (MHA-TB) ini bernomor  07 Tahun 2013 tentang Aturan-Aturan Hukum Adat dalam Wilayah Adat Tumbang Bahanei. Secara isi peraturan ini memuat bab 1 yang menjelaskan ketentuan umum terkait pengertian hukum adat, masyarakat adat, lembaga adat, wilayah adat, Damang, Mantir, Penghulu Adat, hak yang melekat pada komunal/ kekeluargaan/ individu, sumber daya alam, suku, tempat berladang, bercocok tanam dan keramat.

Masih di bab 1, ada menjelaskan wilayah hutan adat yang dimiliki oleh komunal, kekerabatan dan individu. Hal lainnya juga menjelaskan arti dari perkebunan, pertanian, kebudayaan, kearifan lokal, pendidikan, hak asasi, lingkungan hidup, bahasa, agama, persetujuan bebas, didahulukan dan diinformasikan, tempat penampungan serta menjelaskan tentang kegiatan kesenian.  Di bab 1 juga ada menjelaskan definisi dalam wilayah adat Huma, Himba Cagaran Eka Malan, Himba Gita, Pahewan, Tajahan, Himba Duyun, Lakau, Rutas dan Bukit Kules.

Sedangkan di bab 2 terdiri dari 4 ayat yang menjelaskan dasar penerapan hukum adat tata kelola wilayah adat. Pada bab 3 mengatur sangsi/ denda hukum adat bagi badan usaha dan atau investasi. Bab ini terdiri dari 3  pasal yang mengatur ijin memasuki wilayah adat Tumbang Bahanei, 4 pasal mengatur jalan, pohon karet, pohon keras, pohon lunak dalam wilayah adat Tumbang Bahanei serta pengaturan tempat sakral dan lokasi yang dilindungi.

Pada bab 3 juga menegaskan aturan adat terkait pengelolaan sumber daya alam dalam wilayah adat Tumbang Bahanei yaitu emas, perak, biji besi, batu bara, batu galena, biji timah, aluminium, nikel, tembaga, kuningan, batu kecubung, kristal, batu marmer dan gas bumi.

Pada bab 4 dan 5  ada sejumlah pasal yang mengatur tentang sangsi/ denda hukum adat kepada warga di luar komunitas maupun di dalam komunitas Tumbang Bahanei, menyangkut pohon-pohon kayu dalam wilayah adat, pembukaan lahan baru dan penambangan lokal, lokasi sakral/ lokasi penting, pohon-pohon kayu, tanaman/ akar-akaran yang berfungsi sebagai obat-obatan, hewan-hewan yang dilindungi.

Dari draft dokumen tertulis Yester Dunal sebagai ketua komunitas masyarakat hukum adat, sedangkan Dunal .S. Rintung sebagai ketua bidang hukum adat. Draft hukum adat yang akan difinalkan dalam waktu dekat ini dirumuskan oleh tim perumus yaitu, Dunal Sukui Rintung sebagai Ketua Bidang Hukum Adat,     Irawandi sebagai Sekretaris Komunitas, G.Gio.I.Nanyan  sebagai Bendahara Komunitas, Suley Medan sebagai Sekretaris Lewu / Mantir Adat, Agak Janan sebagai Mantir Adat.

Anggota tim perumus lainnya adalah Sudar Janan sebagai Ketua Bidang Ekonomi Kreatif, Onoe Bidin sebagai Ketua Bidang Pengawasan dan Keamanan Hutan Wilayah, Guprin J. sebagai Ketua BPD, Hendro sebagai Ketua Bidang Pemetaan dan Tata Kelola Wilayah Adat, Bambang  sebagai Ketua Bidang Pemuda Adat dan Kaderisasi/ Anggota Jaringan, Isalman Gaman sebagai Tokoh Masyarakat Adat, Rodison Ds.Rintung sebagai Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi. Sedangkan mewakili dari anggota komunitas sebagai tim perumus adalah Kowo M.S.Rintung, Koset, Karya.M.J dan Duden.N.

Sumber foto: http://blog.umy.ac.id/septine/files/2012/05/Cover_Seri_Komik_Hukum_3.jpg

AMAN KALTENG

Author & Editor

Berdaulat Mandiri Bermartabat - Exsist & Resist & Indigenize & Decolonize

0 Komentar:

Posting Komentar