Jumat, 16 Mei 2014

Lokakarya di Gunung Mas ‘Ikei Tege’ WA KTB

Setelah satu rangkaian proses pembuatan peta sudah dihasilkan, tahapan berikutnya adalah hasil peta yang sudah dibuat komunitas Tumbang Bahanei dilanjutkan dengan lokakarya tingkat Kabupaten di Kuala Kurun, Gunung Mas pada Senin (21/4) lalu.

Lokakarya di pusatkan di Hotel Gunung Mas yang terletak tidak jauh dari pinggir sungai Kahayan kota Kuala Kurun. Tepat pukul 10.15 pagi acara di mulai dengan pembacaan susunan acara oleh pembawa acara yang dilanjutkan doa pembukaan oleh Dunal S. Rintung.

Simpun Sampurna, sebagai ketua BPH AMAN Wilayah Kalimantan Tengah menyampaikan sambutannya. Ia mengatakan bahwa tujuan dari lokakarya ini sebagai upaya memberitahukan peta Wilayah Adat Komunitas Tumbang Bahanei (WA KTB) sebagai bagian dari masyarakat adat menuju masyarakat adat yang berdaulat, mandiri dan bermartabat.

Dadut panggilan sehari-hari Simpun Sampurna juga mengungkapkan bahwa proses pembuatan peta ini dimulai dari sosialisasi pemetaan wilayah adat yang sudah dilakukan Pengurus Wilayah AMAN Kalteng sejak tahun 2010. Gayung bersambut, salah seorang Komunitas Masyarakat Adat Tumbang Bahanei, Suley Medan mendatangi AMAN Kalteng meminta difasilitasi pemetaan di Tumbang Bahanei pada tahun 2012 lalu.

“Kami pun selaku pengurus AMAN menanggapi permintaan komunitas. Tidak lama kemudian kami datang ke Tumbang Bahanei lalu melakukan sosialisasi Pemetaan Partisipatif (PP) di Tumbang Bahanei, pelatihan, hingga penggambaran peta,” terang Dadut.

Ia melanjutkan bahwa kegiatan pemetaan yang dilakukan mengacu putusan MK No 35/ PUU-X/ 2012 tentang hutan adat untuk mempercepat pemetaan wilayah adat. Sedangkan di sisi lain, kementerian lingkungan hidup juga memberikan surat disposisi untuk pengakuan hak masyarakat adat dengan dikeluarkannya UU tentang lingkungan hidup.

“Kami sangat bangga dengan pekerjaan yang telah dilakukan oleh Komunitas Tumbang Bahanei yang saat ini  dengan pekerjaannya, di harapkan dapat meraih KALPATARU tentang lingkungan hidup, karena mereka menjadi salah satu penyelamat lingkungan,” kata Dadut dengan nada bangga dan berharap.

Sebagai moderator pada lokakarya ini di percaya kepada Dayan Okto. Pria berkacamata ini membagi 2 sesi dalam paparan nara sumber. Sesi pertama dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) kabupaten Gunung Mas oleh  Agung.  PW dan AMAN Kalteng  oleh Simpun Sampurna.

Dalam paparannya, Agung menyampaikan keterkaitan masyarakat adat dan keaneka ragaman hayati dan sosiologi masyarakat kalimantan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. 
Namun, saat proses tanya jawab akan dimulai, pada pukul 11 siang Dayan mempersilahkan asisten 1 pejabat Bupati Gunung Mas, Isaskar untuk memberikan sambutan sekaligus membuka acara secara resmi.

Isaskar mengungkapkan rasa salut dan terima kasih untuk AMAN Kalteng memprakasai Kabupaten Gunung Mas melakukan pemetaan wilayah adat dan hutan adatnya di Gunung Mas terutama untuk komunitas Tumbang Bahanei.

Terungkap bahwa asisten merasa sedih karena BPN yang tidak mau mengakui SKTA sedangkan negara mengakui keberadaan hak-hak masyarakat adat sepanjang masih hidup dan ada ini merupakan bagian dari permasalahan yang ada. “Saat ini kita mempertahankan hak-hak masyarakat adat dan saya berharap kepada seluruh kepala desa yang ada di kabupaten Gunung Mas untuk melakukan inventarisasi tanah adat dan hutan adat yang ada,” tekan Isaskar.

Dalam sambutannya juga Isaskar menceritakan peluang dan tantangan yang harus dihadapi masyarakat adat. Ia berjanji dalam waktu yang tidak lama, selaku pemerintah akan membuat surat edaran kepada Kades dan Damang untuk melakukan inventarisasi hak-hak adat agar membantu kami dalam menyusun atau membukukan aturan adat. Di akhir sambutan, Isaskar membuka lokakarya dengan resmi.

Usai pembukaan secara resmi, pukul 11 lebih 43 menit, Dayan memberi kesempatan kepada Simpun Sampurna untuk memaparkan materi peta wilayah adat tumbang bahanei & pengakuannya implementasi keputusan MK-35/PUU-X/2012.

Dalam paparannya Dadut menerangkan, pemetaan wilayah adat yang dilakukan berdasakan UU No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan pasal 67 poin c dan komunitas Tumbang Bahanei sudah melakukan adanya peta wilayah adat yang dibuat. Dadut juga mengutip beberapa aturan yang mendukung keberadaan masyarakat adat antara lain, putusan MK No 35/ 2012, UU No 5 tahun 1999, Perda Kalteng No 1 tahun 2002 pasal 86 tentang usaha pemanfaatan hasil hutan dan kawasan hutan.
“AMAN Kalteng dalam melakukan pemetaan wilayah adat sesuai dengan  tata cara yang ada sesuai prosedur  dan tidak hanya membuat peta  di atas meja dan kami melakukan pemetaan sesuai dengan standar peraturan yang berlaku dalam perundang-undangan,” tegas pria beranak dua ini.

Menjelang tengah hari sebagai moderator, Dayan memberikan kesempatan untuk peserta menanggapi. Yulianson  dari DISTAMBEN Gunung Mas, menanyakan pembagian peta wilayah adat dan wilayah konservasinya dari peta yang sudah jadi. Pertanyaan ini langsung ditanggapi oleh Simpun Sampurna, terkait dengan pembagian tata ruang dimana tempat konservasi yang ditetapkan akan lebih jelas komunitas masyarakat adat Tumbang Bahanei yang menjelaskan. “kami dari pengurus AMAN hanya memfasilitasi mereka untuk membuat peta saja terkait yang lebih teknis itu diatur sendiri oleh mereka,” jelas Dadut.

Salah seorang dari komunitas Tehang juga memberikan pertanyaan kepada BLH kabupaten Gunung Mas. Budi Tarui menekankan apa saja program kerja yang ada di BLH Kabupaten Gunung Mas. Agung dari BLH kabupaten Gunung Mas menanggapi, bahwa saat ini mereka sudah melakukan sosialisasi dilapangan seperti kebakaran hutan dan pertambangan emas.

Agung juga mengakui kesulitan dan belum maksimalnya proses sosialisasi ini karena berkaitan dengan mengubah pola pikir masyarakat, ini sangat susah karena ini menyangkut pola kehidupan dari masyarakat.

Memasuki sesi kedua, usai rehat makan siang Dayan mempersilahkan nara sumber Jekli dari dinas kehutanan Gunung Mas, Abdul Rahman dari pengurus PW AMAN Kalteng, Suley Medan dari komunitas Tumbang Bahanei dan Anda Ardi dari anggota DPRD Gunung Mas.

Dinas kehutanan memaparkan, langkah strategis pengelolaan hutan dan mekanisme penetapan hutan adat pasca terbitnya putusan MK NO. 35/ PUU-X/ 2012. Suley Medan menjelaskan kronologis dari proses pembuatan peta oleh komunitas. Sedangkan, Anda Ardi menegaskan tidak perlu takut kalau ada sawit masuk karena kita sebagai tuan rumah dan berhak menerima atau menolak mereka. “Kalau kita saat ini bertanya, siapa itu masyarakat adat yaitu kita yang berada di hutan adat itu atau wilayah adat. Untuk memperkuat hutan adat ini dapat dibuat peraturan daerah,” jelas Ardi. Lain halnya dengan Abdul, ia lebih banyak mengungkapkan dasar hukum dan teknis pelayanaan pemetaan partisipatif.

Saat sesi tanggapan dibuka oleh moderator. Rini mengambil kesempatan pertama. Ia menanyakan salah satu syarat untuk diakuinya wilayah adat yaitu harus adanya perda bagaimana tanggapan dari dinas kehutanan dan DPRD Kabupaten Gunung Mas.

Pertanyaan ini langsung direspon Jekli dari Dishut Gunung Mas. Saat ini adanya ketidakjelasan tentang penerbitan dokumen yang mengusungkan hal tersebut. Sekarang terputus karena dana yang tidak ada dari kabupaten untuk mendukung itu. Ia  menyarankan agar masyarakat mengklaim wilayah-wilayah adat yang dianggap milik  masyarakat adat sebelum di alih fungsikan oleh pihak luar.

Andar Ardi dari DPRD Gunung Mas menanggapi, peningkatan status ada dibuat PERDA sesuai dengan petunjuk teknis, karena ini berkaitan landasan hukumnya sesuai dengan prosedur. Ia menegaskan jangan takut dengan adanya investor yang masuk jadi segala hal tersebut harus kita klaim dulu.

Menjelang berakhirnya lokakarya, Dayan mencatat ada 3 hal penting yaitu, pertama, secara mendasar negara mengakui dan menghormati entitas-entitas masyarakat hukum adat berserta hak-hak tradisionalnya. Melalui UUD 1945 dan peraturan-peraturan maupun UU turunananya yang lebih spesifik menyangkut masyarakat adat.

Kedua, Berdasarkan putusan MK No. 35/ 2012, sudah ada dasar bagi pengakuan dan perlindungan lebih dasar akan wilayah dan hak adat masyarakat. Ketiga, BLH – Dishut – DPRD – AMAN – REDD+, dalam konteks isue-isue yang terkait dengan masyarakat adat merupakan jejaring stake holders yang dapat mendorong penegasan dan penguatan bagi wilayah dan hak-hak masyarakat adat.

Di penghujung acara, Simpun Sampurna menyampaikan kata penutup. Ia berharap pemerintah kabupaten Gunung Mas untuk mendukung peta wilayah adat komunitas Tumbang Bahanei agar dapat disahkan dan diterima oleh pemerintah kabupaten Gunung Mas.

Sumber Tulisan: Notulensi kegiatan
Sumber Foto: Dokumentasi AMAN Kalteng.

AMAN KALTENG

Author & Editor

Berdaulat Mandiri Bermartabat - Exsist & Resist & Indigenize & Decolonize

0 Komentar:

Posting Komentar