Nindit sebagai pembawa acara memulai dengan membacakan susunan acara. Mantir adat di minta memimpin doa pembukaan. Dalam sambutan yang disampaikan oleh Georgio E. Nanyan, Kades Tumbang Bahanei terungkap bahwa ada banyak tantangan yang dihadapi selama 2 tahun pembuatan peta partisipatif wilayah adat, baik anggapan negatif dari beberapa pihak tentang pemetaan ini, namun akhirnya dapat berhasil dijalani. “Dengan komitmen kami bagaimana caranya kami dapat membebaskan tanah air kami dari Hutan Negara,” jelas Kades.
Dari sudut pandang mantir adat, sambutan disampaikan oleh Agak Janan. Ia menekankan bahwa dari proses lokakarya yang singkat ini di dahului proses yang panjang dan pendanaannya melalui pengumpulan dana partisipatif dari komunitas Tumbang Bahanei.
Mantir juga mengucapkan terima kasih atas kedatangan pengurus desa tetangga yang berbatasan dengan Tumbang Bahanei. “Kami bersyukur atas restu dari Tuhan Yang Maha Kuasa hingga kami dapat melalui segala halangan dan kendala selama pembuatan peta wilayah adat kemarin hingga akhirnya dapat selesai pada saat ini sekaligus tadi malam kami telah menyelesaikan hukum adat kami,” jelas mantir.
Selanjutnya, Yester Dunal sebagai Ketua Komunitas Tumbang Bahanei dalam sambutannya mengajak desa-desa tetangga untuk bersama-sama membuat peta wilayah adat kita agar kita dapat menjaga tanah air hutan kita agar dapat dinikmati oleh anak cucu kita kelak.
Sebagai upaya untuk menjelaskan keterkaitan peta yang sudah dibuat dengan alih fungsi hutan, Migo dari Badan Pelaksanan REDD+ mengatakan bahwa REDD+ sebenarnya adalah kesepakatan internasional untuk mengurang kecenderungan untuk alih fungsi hutan dan pengurangan hutan.
“Kepentingan dari REDD+ di Indonesia diterima sebagai kegiatan yang bersikap nasional dan sampai tahun 2020 diharapkan berkurannya pengrusakan hutan atau pengurangan emisi. REDD+ sudah ada kedudukan di pemerintah dan setara kedudukannya dengan menteri dan baru dibentuk dan kedudukannya di Jakarta,” jelas Migo
Ia melanjutkan untuk Kalteng ditunjuk sebagai lokasi percontohan REDD+ salah satunya adalah kabupaten Gunung Mas satu dari 7 kabupaten yang turut menandatangani MoU dari REDD+. Kegiatan REDD+ di Kalteng telah mulai dari 2011 namun di lakukan di wilayah gambut.
“Saya mengucapkan terima kasih atas AMAN untuk komitmen sampai saat ini secara penuh melakukan kegiatan pemetaan ini dan perlu saya perjelas disini bahwa AMAN adalah satu-satunya organisasi yang sepenuhnya mengurus hak-hak masyarakat adat di Indonesia ini,” tegas Migo.
“Banyak kami dengar bahwa Tumbang Bahanei adalah satu-satunya desa pertama di Indonesia yang melakukan pemetaan secara partisipatif menggunakan dana sendiri tanpa ada bantuan dari pihak manapun dan itu merupakan sesuatu yang luar biasa. Ada perubahan status yang diakui secara hukum, diharapkan dari adanya peta akan ada kesadaran dari komunitas untuk memiliki dan menjaga wilayah dan hutannya dengan baik, hak Masyarakat Adat dapat diakui, dihormati, dapat pembagian hasil secara rata dari kegiatan REDD+ ini,” terang Sherry.
Sambutan Simpun Sampurna sebagai ketua AMAN wilayah Kalteng di bacakan oleh A.G Rinting, selaku deputi umum. Dalam sambutannya Dadut panggilan sehari-harinya mengajak masyarakat adat yang tergabung dalam AMAN untuk mengetahui putusan MK 35 yang berdampak diseluruh kehidupan. Selanjutnya, mendesak pemerintahan RI segera sahkan RUU PPHMA menjadi Undang-Undang dan mendukung petisi untuk MK 35. Ia menegaskan bahwa ini adalah sejarah baru dalam kehidupan Masyarakat Adat.
Sebelum membuka acara secara resmi, Landerson, Lurah Tehang mengungkapkan kebanggaannya bahwa untuk komunitas Tumbang Bahanei karena menjadi desa yang pertama di tingkat propinsi dan nasional atas pemetaan ini. “Kami mengharapkan pengajarannya dari komunitas Tumbang Bahanei agar bisa mengajarkan tentang pemetaan ini untuk komunitas Tehang,” harap Lurah.
Lebih jauh ia mengatakan adanya dukungan dari damang, mantir dan lainnya karena berbau tentang adat dan dari pemerintahan hanya sebagai mitra MA untuk selalu mendukung dan terlibat dalam kegiatan pemetaan ini. AMAN beberapa kali disosialisasikan untuk mempertahankan hukum dan hak adat kita di tingkat nasional dan ini sangat baik, kabupaten Gunung Mas sangat mendukung.
“Saya membuka sesuai kapasitas saya sebagai Lurah dan bukan mengurangi diri pemerintahan Gunung Mas, dan membuka kegiatan lokakarya pengesahan peta wilayah adat Tumbang Bahanei ini atas seizin Tuhan Yang Maha Kuasa pada saat ini Minggu tanggal 23 Maret 2014 lokakararya pengesahan peta wilayah adat ini dengan resmi saya buka,” tegas Lurah. Acara pembukaan ditandai dengan ketukan meja 3 kali
Usai acara pembukaan dilanjutkan presentasi singkat terkait Hukum adat, Perangkat adat, Peraturan kegiatan kehidupan diatur oleh hukum adat dan Wilayah adat yang disampaikan oleh Rinting.
Dalam diskusi dilakukan usai presentasi terungkap dari Suley Medan bahwa ada pemahaman baru semenjak ia mengikuti konggres AMAN di Tobelo yaitu membuat satu catatan saat itu yaitu “kalau negara tidak mengakui kami, maka kami tidak mengakui negara”.
Suley menceritakan, sejak saat itu ia mengetahui dan tersadar untuk dapat memetakan wilayah adat. Awalnya untuk pemetaan di PB AMAN Bahanei berada di urutan 41, namun setelah konsultasi dengan PW AMAN dan direkomendasikan untuk melakukan pemetaan dengan pendanaan partisipatif dari komunitas. Kami mulai untuk membentuk kepengurusan aman di tingkat komunitas.
Pada tanggal 29 Desember 2012 kami akan mengadaan sosialisasi pemetaan dan diharapkan mengundang 5 desa, dan mohon maaf karena saat itu kami tidak sempat memberikan undangan untuk desa Tehang. Dan pada tgl 16 Mei 2013 kami melakukan pelatihan pembutan pemetaan dengan menggunakan alat GPS, kompas dan lain-lain dilakukan selama 7 hari. Dan kami dapatkan 2 insinyur yaitu Bambang dan Hendro dari komunitas Bahanei dari pelatihan tersebut untuk pemetaan peta.
Pengambilan titik koordinat peta luar kami lakukan selama 14 hari dan kami menginap di hutan. Setelah penitikan selesai, kami menggambarkan koordinat tersebut secara manual pada kertas diameter blok dan juga meminta tanda tangan kesepakatan tata batas dari desa tetangga. Selanjutnya yaitu penjelasan tentang tata ruang yang ada di peta. Kami dari Bahanei siap untuk membantu komunitas lain untuk melatih dan membantu pembuatan pea wilayah adatnya jika ada undangan dan pemberitahuan dari komunitas tersebut kepada kami.
Setelah cukup panjang bercerita, Suley juga menjelaskan ke peserta lokakarya teknis memulai pemetaan partisipatif terkait jumlah petugas di lapangan. Ia juga mengatakan komunitas Bahanei akan memperbaiki kekurangan dari peta yang sudah dibuat bersama komunitas yang bertetangga.
Diakhir kegiatan ditanda tangani berita acara lokakarya sekaligus pada lembar peta yang sudah dibuat. Peserta yang terpantau mengikuti kegiatan ini adalah A. G. Rinting, Ferdi, Dayan, Restu, Iwan, Emanuel Migu dari BP REDD+, Sherry Panggabean dari PBB/ UNORCID.
Juga hadir Landerson, Lurah Tehang; Drs, Budi Tarui, Ketua Komunitas; Mido S. Member, Mantir Adat Tehang; Gandi, Dewan AMAN Manuhing; Mariambung, Staff Pengurus harian AMAN Gumas; Linang, PEREMPUAN AMAN Tehang; Udek, BPAN Tehang; Georgio E. Nanyan, Kades Bahanei; Sumardi, Guru SD Bahanei; Suley Medan, Sekdes Bahanei; Agak Janan, Mantir Adat; Busung, Staf Ahli PD Gumas; Rodison, Sekretaris Dewan AMAN Gumas dan Yester Dunal, Ketua Komunitas Tumbang Bahanei.
Sumber tulisan: Notulensi kegiatan
Sumber foto: dokumen AMAN Kalteng

0 Komentar:
Posting Komentar