Senin, 06 Oktober 2014

Komunitas Tumbang Bahanei Lakukan BS

Aula pertemuan di kompleks perkantoran BAPELKES Palangka Raya menjadi pilihan panitia dalam melakukan pertemuan bertajuk ‘Workshop Benefit Sharing (BS) Komunitas Tumbang Bahanei (KTB)’. Pertemuan yang dilakukan selama 2 hari mengajak peserta workshop untuk mengenal sejauh mana pembelajaran dari pemetaan Wilayah Adat yang telah dilakukan KTB. Acara workshop dimoderasi oleh Dayan di aula lantai-2, jalan Yos Sudarso Palangka Raya. Dimulai pada Selasa-Rabu (28-29/9).

Simpun Sampurna dalam kata sambutannya menjelaskan bahwa Benefit Sharing adalah bagian masyarakat adat dari mengelola dan menjaga hutan. Ia mengungkapkan bahwa selama ini masyarakat adat jarang menulis dan mendata hal-hal apa saja yang dilakukan sehingga tidak percaya diri. Padahal ungkapnya periset belajar dari masyarakat adat  dan akhirnya membuat buku.

“Guru yang paling mulia adalah adalah masyarakat adat itu sendiri, karena banyak yang belajar dari mereka dan saya berharap kita membuku kegiatan kita dengan acara Benefit Sharing hari ini yang dimulai dengan Komunitas Tumbang Bahanei,” harap Dadut panggilan sehari-harinya, sebelum ia membuka acara secara resmi.

Andy Kiki, dari Kemitraan Parnership Kalimantan Tengah menjelaskan bahwa sejak tahun 2010 sudah bekerja sama dengan AMAN Kalteng. Lebih jauh Kiky menceritakan bahwa ide-ide REDD itu terdapat dari masyarakat. Ia berharap dalam dua hari ini sampai besok itu bisa terumuskan dengan baik, sehingga AMAN yang selalu bersemangat untuk mendorong keterlibatan masyarakat adat tetap konsisten.

Acara berlangsung dengan baik dengan aktifnya para peserta diskusi antara lain Hendro, Riko, Oleng Suley, Bambang, Nindit, Gio dan Yester yang terlibat dalam diskusi. Rinting sebagai fasilitator mengajak peserta untuk menjawab pertanyaan yang terkait dengan konsep hutan adat, wilayah adat, hutan desa. Rinting menegaskan bahwa sikap AMAN dari REDD+ ini ialah bukan uangnya, tapi melalui jalan REDD+ ini kita bisa mendapatkan pengakuan.

Beberapa butir penting dari pertemuan ini menghasilkan harus adanya penelitian tentang pengelolaan wilayah adat oleh masyarakat adat Tumbang Bahanei, adanya fasilitas yang diberikan untuk penyusunan rencana tata ruang wilayah adat Tumbang Bahanei, adanya fasilitas untuk mengembangkan hukum adat yang mengatur pengelolaan wilayah adat Tumbang Bahanei, PDD (Project Design Document) dan aturan internal (SOP) lembaga pengelola wilayah adat.

Tidak kalah penting, butir selanjutnya harus ada upaya untuk memperkuat kapasitas lembaga pengelolaan hutan adat berdasarkan rencana yang sudah disusun meliputi aspek organisasi, dokumentasi, pengemanan kawasan, aspek usaha/ bisnis lestari, dan monitoring/evaluasi. Berkaitan dengan lahan kritis mesti dibuat kegiatan rehabilitasi lahan kritis dan kegiatan pengkayaan jenis dalam kawasan hutan desa.

Berikutnya, adanya peningkatan pemanfaatan hasil hutan nonkayu, kayu bersertifikat secara terencana, dan kegiatan ekonomi alternatif, adanya monitoring berkala secara partisipatif terhadap kawasan hutan adat, adanya kegiatan untuk kaum perempuan melalui kegiatan-kegiatan ekonomi alternatif dan juga mempromosikan peran perempuan dalam pengambilan keputusan di komunitas serta dilakukan sosialisasi dengan desa tetangga tentang wilayah adat dan hukum adat Tumbang Bahanei.

Keesokan harinya, acara dilanjutkan pada pukul 16.30 WIB untuk membahas dan memperdalam butir-butir yang telah didapatkan. Diskusi ini dibantu oleh bung Iwan dari BP REDD+. Semoga pertemuan ini membawa aksi yang nyata bagi Komunitas Tumbang Bahanei dalam berbagi peran menjaga dan memelihara hutan adatnya.

Sumber foto: Dokumen AMAN Kalteng.

AMAN KALTENG

Author & Editor

Berdaulat Mandiri Bermartabat - Exsist & Resist & Indigenize & Decolonize

0 Komentar:

Posting Komentar